TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perindustrian Mohamad Soleman Hidayat menyatakan kecewa dengan hasil negosiasi ulang harga gas alam cair (LNG) dari Lapangan Tangguh, Papua. "Peruntukkannya masih seratus persen untuk ekspor. Mungkin konsentrasi pemerintah kemarin pada upaya menaikkan harga jual," kata Hidayat, Selasa, 1 Juli 2014.
Menurut Hidayat, saat ini dunia industri di dalam negeri masih kesulitan mendapatkan gas. Oleh karena itu, dia mengusulkan agar ada kouta gas hasil produksi dalam negeri untuk industri dalam negeri. Namun harapan itu tidak terwujud dalam renegosiasi gas Tangguh, dalam kontrak baru itu alokasi gas Tangguh masih seluruhnya untuk ekspor. Ia berharap dalam renegosiasi selanjutnya alokasi gas untuk dalam negeri bisa diberikan. "Next step, kita harus minta agar ada kuota untuk kebutuhan dalam negeri," ujarnya.
Sebelumnya Presiden SBY mengeluhkan rendahnya harga LNG dari Lapangan Tangguh yang dibeli oleh Cina. Dalam perjanjian jual beli itu dipatok sangat sangat rendah yaitu US$ 2,7 per mm British Thermal Unit (MMBTU) dengan harga minyak dunia hanya US$ 38 per barel untuk 25 tahun. Dalam renegosiasi kemarin disepakati untuk menaikkan harga jual gas Tangguh menjadi US$ 8 per mmbtu. Namun harga jual di kontrak baru itu juga masih tergolong rendah karena harga jual gas dalam negeri saja sudah mencapai US$ 13 per MMBTU.
AMIR TEJO
Topik terhangat:
Jokowi-Kalla | Prabowo-Hatta | Korupsi Haji | Tragedi JIS | Piala Dunia 2014
Berita terpopuler lainnya:
Buruh Prabowo Tagih Tunggakan 6 Bulan Gaji
Polisi Galau Tentukan Pelanggaran Obor Rakyat
Bos Adhi Karya Akui Alirkan Dana ke Anas