TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan ada perkembangan baik dalam renegosiasi harga gas alam cair (LNG) Lapangan Tangguh, Papua, ke Fujian, Tiongkok. “Indonesia tidak ingin merugi. Saya sudah dengar ada berita baik, ada perubahan harga," katanya saat membuka rapat terbatas di Kantor Kepresidenan, Senin, 30 Juni 2014.
Ia yakin Tim Renegosiasi Perjanjian Penjualan dan Pembelian LNG Tangguh yang didasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2013 akan menyelesaikan negosiasi tahun ini. Adapun harga LNG Tangguh tersebut diyakini bakal naik hingga 400 persen dari keputusan semula. (Baca: Ada Lobi Ksatria di Kontrak Proyek Gas Tangguh)
Baca Juga:
Lebih jauh, Yudhoyono menyatakan hari ini Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung akan memaparkan hasil dan proses negosiasi dengan Cina atas perjanjian yang diteken pada 2002.
Dalam perjanjian tersebut, menurut SBY, harga jual gas Tangguh sangat rendah yaitu US$ 2,7 per mm British Thermal Unit (MMBTU) dengan harga minyak dunia hanya US$ 38 per barel untuk 25 tahun. "Mengubah kontrak itu tak mudah. Kita masih berjuang dengan Tiongkok," kata SBY. (Baca: Produksi Gas Mencapai Puncak pada 2018)
Nilai kontrak tersebut tak lagi relevan, menurut Yudhoyono, karena harga jual gas dalam negeri saja sudah mencapai US$ 9,5 sampai US$ 13 per MMBTU. Selain itu, harga minyak dunia kini sudah menyentuh angka US$ 100 per barel, sehingga Indonesia sangat rugi jika hanya menjual gas Tangguh ke Cina US$ 3,5 per MMBTU saat ini.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik mengharapkan harga ekspor LNG Tangguh ke Fujian bisa naik di atas US$ 10 per MMBTU. Perhitungan ini dengan acuan harga LNG di pasar domestik yang berkisar US$ 10 per MMBTU dan harga LNG di pasar spot internasional di kisaran US$ 16 per MMBTU.
FRANSISCO ROSARIANS
Berita terpopuler:
Tren Harga Emas Dunia Terus Menurun
Pengamat: Konsep Mobnas dan LCGC Salah Kaprah
Rupiah Tembus 12 Ribu per Dolar AS. Apa Sebabnya?
KKP Dongkrak Devisa dengan Udang Super Intensif