TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani mengatakan, insentif pajak hanya membantu perputaran uang perusahaan atau cash flow. "Tapi tidak menambah daya saing," katanya saat dihubungi, Senin, 18 November 2013.
Menurut Franky, daya saing industri akan lebih banyak tergerus dengan adanya kenaikan upah. Dia mengatakan kenaikan upah memiliki dampak langsung ke beban perusahaan. Alasannya, faktor pengupahan memakan biaya paling besar, yaitu 20 persen dari ongkos produksi. Karenanya, kata dia, kenaikan upah buruh akan membuat perusahaan kalah bersaing. "Karena memperberat beban perusahaan," katanya.
Berbeda dengan pajak yang dibayar tahunan, upah pekerja mesti dibayar setiap bulan. Pemberian insentif, kata dia, tidak ikut meringankan biaya perusahaan. "Insentif ini cukup membantu, tergantung dari besaran kebutuhan eskpornya," katanya.
Sebelumnya, pemerintah sedang mengkaji perpanjangan pemberian insentif pajak penghasilan (PPh) 25 untuk industri padat karya. Menurut Menteri Keuangan Chatib Basri, rencana ini dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 7,5 persen.
Franky mengakui kenaikan suku bunga acuan ini turut memperlemah cash flow dan memperberat daya saing. Namun kenaikan ini berefek pada bunga bank yang langsung berdampak pada biaya produksi.
Insentif PPh 25 masuk dalam paket kebijakan pemerintah untuk mengatasi gejolak ekonomi global dan antisipasi adanya PHK akibat kenaikan UMP yang tinggi. Aturan ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan berupa pengurangan besaran PPh Pasal 25 dan penundaan PPh Pasal 29 Tahun 2013 bagi wajib pajak industri tertentu.
ALI HIDAYAT