TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan akan menengahi konflik yang terjadi antara PT Perusahaan Gas Negara dan PT Pertamina. "Kalau kami bawa ke rapat dengar pendapat, selesai itu barang," kata Ketua Komisi Energi DPR, Sutan Bhatoegana, saat dihubungi Tempo, Selasa, 5 November 2013.
Ia menjelaskan, baik PGN maupun Pertamina adalah Badan Usaha Milik Negara yang tidak seharusnya mengedepankan ego. Sutan mengungkapkan, harus ada pihak yang mengalah. Ia menyebut Komisi Energi DPR akan mengagendakan rapat dengar pendapat dan mengundang kedua korporasi pelat merah tersebut setelah masa reses untuk membahas konflik itu.
"Kalau saya beri keterangan di pers, bisa riuh-rendah barang itu nanti," kata Sutan. Dia menuturkan, baik PGN maupun Pertamina tidak boleh lebih berkuasa satu sama lain. Jika keduanya tetap memegang pendirian masing-masing, ia melanjutkan, masyarakatlah yang terpaksa menanggung dampaknya.
"Nah, siapa di belakang itu semua, nanti kami lihat," ujar Sutan. Ia pun menyatakan belum pernah mengetahui kemungkinan adanya konflik antara PGN dan Pertamina sebelum kebijakan open access dikeluarkan.
Menteri BUMN Dahlan Iskan meminta PGN menerima kebijakan open access untuk semua pipa gas yang selama ini dikelola perusahaan itu. Menurut dia, kebijakan itu akan memberikan banyak manfaat untuk negara.
"Pada prinsipnya, open access itu baik untuk negara, tapi mungkin sedikit kurang baik untuk PGN," kata Dahlan, Rabu, 30 Oktober 2013. "Saya harus berpihak pada keduanya. Saya harus membela PGN, tetapi juga harus membela negara," kata Dahlan lagi.
Karena itu, Dahlan berharap PGN dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bisa menemukan win-win solution untuk keuntungan kedua pihak. "Saya minta ini dikompromikan yang baik supaya tidak ada kesan memaksa, tapi bagaimana PGN mengabdi pada negara," katanya.
Seperti ditulis dalam majalah Tempo edisi 4-10 November 2013, benturan kepentingan PGN dan Pertamina terlihat setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mewajibkan pemberlakuan kebijakan open access penggunaan jaringan pipa gas. Di sinilah konflik muncul. PGN selama ini menguasai 80 persen jaringan pipa gas di seluruh Indonesia.
Dengan kebijakan open access, PGN tak bisa lagi memonopoli distribusi gas. Sebaliknya, Pertamina akan menguasai semua sektor industri gas, mulai hulu, dari sumur gas, hingga hilir, yaitu distribusi kepada konsumen.
MARIA YUNIAR
Berita lainnya:
BlackBerry Batal Dijual
Mobil Mewah dari Importir tanpa Tahun Produksi
Pemanfaatan Bioetanol Masih Terkendala Harga
Pergantian Direksi Merpati Dinilai Mubazir
Pemerintah Sambut Perundingan Inalum dengan Jepang