TEMPO.CO, Jakarta - Pengembangan bahan bakar nabati (BBN) nasional terkendala bahan baku. Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), Ali Mundakir, mengatakan saat ini hanya biosolar yang berhasil dikembangkan dan konsumsinya terus meningkat.
Sementara untuk biopremium dan biopertamax sulit dikembangkan karena minimnya pasokan bahan baku domestik. “Jika tahun ini penjualan biosolar Pertamina bisa mencapai 9,1 juta kiloliter, maka penjualan biopremium dan biopertamax justru terhenti akibat kurangnya pasokan bahan baku bioethanol,” kata Ali ketika ditemui di Jakarta, Kamis, 19 Juli 2012.
Dia menjelaskan harga jual minyak sawit mentah dan molasses, bahan baku bioethanol, mengikuti standar internasional. Jadi ketika harga sedang tinggi pengusaha nasional lebih memilih ekspor ketimbang menjualnya di pasar domestik.
Pada 2006, Pertamina pertama kali memasarkan bahan bakar nabati, penjualan biosolar mencapai 217.048 kiloliter, Biopremium 1.624 kiloliter dan Biopertamax 16 kiloliter.
Pada 2009, penjualan Biopertamax meningkat menjadi 2,3 juta kiloliter, Biopremium mencapai 105.816 kiloliter dan Biopertamax 20.232 kiloliter. Namun sejak 2010, Pertamina tidak lagi menjual Biopremium dan Biopertamax karena kekurangan pasokan bioethanol dan harganyapun terlalu mahal. Sementara Biosolar masih dipasarkan dan konsumsinya terus meningkat mencapai 7,1 juta kiloliter di 2011 dan 4,7 juta kiloliter di semester I 2012.
Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Maritje Hutapea, membenarkan pasokan bahan baku bioethanol minim. Guna menarik minat produsen minyak sawit mentah dan molasses untuk memasok pasar domestik, pemerintah akan menaikkan indeks harga biodiesel dan bioethanol.
"Formula itu selalu dibuat sedemikian rupa sehingga akan selalu mengikuti harga bahan baku, sehingga produsen bisa mendapatkan margin,” ungkapnya.
Dia menjelaskan biodiesel akan menggunakan formula harga patokan ekspor dikali 1,2. Saat ini indeks harga yang berlaku untuk biodiesel adalah satu kali harga patokan ekspor. Sementara untuk harga bioetanol saat ini 1,05 kali harga Argus Thailand akan dinaikkan menjadi 1,32 kali.
Maritje mengatakan usulan ini sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan. Pembahasan harga ini selanjutnya akan dilakukan dalam pertemuan pada 24 Juli 2012 di Kementerian Koordinator Perekonomian.
BERNADETTE CHRISTINA