TEMPO.CO, Jakarta - Cerita hubungan bisnis Perusahaan Daerah Pasar Jaya dan PT Priamanaya Djan International memasuki episode baru. Kerja sama itu terancam retak setelah perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi DKI Jakarta menerbitkan hasil audit investigatif perihal perjanjian kerja sama pembangunan Pasar Tanah Abang Blok A, Jakarta Pusat.
Dalam laporan majalah berita mingguan Tempo edisi 21-27 Mei, BPKP sudah mencium ketidakberesan dalam pembangunan kembali Pasar Tanah Abang Blok A sejak proyek itu diteken. Gelagatnya terbaca ketika tidak ada woro-woro perihal rencana pembangunan yang dimulai sejak Desember 2003. Mendadak ada empat perusahaan yang mengajukan penawaran kerja sama.
BPKP Jakarta mengungkap penyimpangan dalam kerja sama Pasar Jaya dan Priamanaya yang diteken pada 20 Oktober 2003 itu. Negara merugi sedikitnya Rp 179 miliar, antara lain berasal dari hasil pembebasan lahan dan pendapatan sewa kios yang urung disetorkan Priamanaya kepada Pasar Jaya. “Audit sudah selesai dan lengkap dengan rekomendasinya,” kata Ernadhi Sudarmanto, Kepala Bidang Investigasi BPKP Jakarta, kepada Tempo, pekan lalu.
Audit investigatif tersebut menjadi langkah susulan seiring dengan evaluasi pada April dua tahun lewat. BPKP Jakarta menilai manajemen Pasar Jaya sembrono dalam menggandeng mitra. “Pasar Jaya tidak membentuk tim pembangunan pasar, termasuk tidak menyiapkan persyaratan teknis sebagai acuan developer mengajukan penawaran,” demikian bunyi laporan itu.
Pasar Tanah Abang sebelumnya dibangun empat lantai pada 1973. Sejak saat itu, Pasar Jaya menjadi pengelola hingga si jago merah meluluhlantakkan pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut pada 19 Februari 2003. Dari total enam blok, kerusakan parah mendera Blok A, C, D, dan E. Kurang-lebih 2.400 kios berubah menjadi abu.
Selain Priamanaya, yang mengajukan lamaran pada 17 September, ada tiga perusahaan lain, yakni PT Maharanita Priyanka (5 Agustus) dan PT Razana Shora (8 Agustus). Belakangan muncul PT Citicon Adhi Nugraha, kontraktor listrik, yang mengajukan proposal pada 26 September. Aroma patgulipat semakin terasa saat Pasar Jaya menunjuk Priamanaya pada 24 September 2003 sebagai pengembang semata wayang. Ini mendahului proposal Citicon. Priamanaya dimiliki oleh Djan Faridz, yang kini menjabat Menteri Perumahan Rakyat.
Prabowo Soenirman, bekas bos Pasar Jaya yang meneken perjanjian pada Oktober 2003, mengatakan tidak ada kewajibannya mengumumkan rencana tender dan menyeleksi peserta tender atau beauty contest sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 39 Tahun 2002. “Saya diangkat pada Juni 2003. Gubernur Sutiyoso waktu itu mendesak saya agar segera membangun pasar yang baru pasca-kebakaran. Kondisi waktu itu force majeure,” katanya.
Djan Faridz, yang ditemui seusai pengajian rutin di kantornya, Selasa pekan lalu, enggan mengomentari hasil audit tersebut. “Saya tidak punya waktu,” katanya sambil ngeloyor menuju Lexus hitam bernomor polisi RI-44 yang terparkir di pekarangan kantor Kementerian Perumahan Rakyat.
BOBBY CHANDRA