TEMPO.CO, Jakarta - Royal Bank of Scotland (RBS) menilai keputusan Menteri Keuangan Agus Martowardojo masuk ke pasar global dengan menerbitkan obligasi denominasi dolar bisa membuat investor asing berpaling dari obligasi rekap (rupiah).
“Ketika obligasi rekap mencapai titik terendahnya awal Maret lalu akibat ekonomi global yang membaik, langkah pemerintah mengeluarkan obligasi global bisa menjauhkan investor asing terhadap pasar obligasi rekap,” kata RBS Head of Emerging Markets Asia, FX Trading, Stuart Oakley, di Jakarta, hari ini. Tingkat imbal hasil obligasi rekap tercatat negatif setelah obligasi rekap diterbitkan.
Keputusan Menkeu itu sebagai upaya untuk menutup setengah dari estimasi kenaikan defisit anggaran. Stuart mengatakan bila kebutuhan lokal tercukupi sebenarnya tak perlu mengeluarkan obligasi global (dolar).
Ia menjelaskan dalam pasar obligasi global Indonesia harus bersaing dengan obligasi dalam mata uang dolar lainnya. Investor juga akan lebih memilih bermain di dolar. "Untuk apa saya masuk ke lokal," ujarnya.
Pada pasar global, investor juga bisa mendapatkan bunga yang lebih tinggi, terlebih jika banyak yang menerbitkan obligasi di sana. Berbeda jika pemerintah tetap bermain di obligasi lokal. Investor yang mau berinvestasi di Indonesia mau tidak mau harus bermain di rupiah.
RBS Head of Rates and FX Strategy Asia Local Markets, Chia Woon, juga menyoroti larinya dana asing akibat membaiknya risiko ekonomi di pasar global. "Pemerintah harus berupaya keras untuk mempertahankan minat investor global terhadap pasar obligasi domestik," ucap Chia. Aliran dana modal asing, kata Chia, telah menjadi pedang bermata dua bagi Indonesia. Pada satu kuartal terakhir hal ini menjadi titik lemah Indonesia.
Membaiknya risiko ekonomi global tak hanya berdampak pada aliran modal asing, tapi juga laju penguatan rupiah. "Meskipun tidak ada keraguan terhadap kekuatan struktural perekonomian Indonesia, kekhawatiran akan rupiah merupakan dampak dari tantangan cyclical yang harus dihadapi dan kebijakan moneter dari pemerintah," ujar Stuart.
MARTHA THERTINA