Yang berlangsung di Indonesia saat ini adalah fase yang telah dilalui banyak negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia--dengan pendapatan per kapita US$ 3.000-an pada 2010--telah mengangkat jutaan orang dari jurang kemiskinan. Sekitar 70 persen ekonomi Indonesia ditopang oleh kelas konsumen baru ini. Kolom dosen ekonomi Universitas Indonesia Chatib Basri di majalah Tempo edisi ini menjelaskan secara jernih soal ini. Di negara seperti Jepang dan Korea Selatan, kelompok kelas menengah ini terbukti bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, pemerintah mengabaikan peran kelompok ini.
Namun, tumbuhnya kelas konsumen baru ini tak semuanya positif. Dosen filsafat Universitas Indonesia Rocky Gerung menyebut mereka sebagai parasit kapitalisme. Kolomnya menjelaskan soal ini. Mereka mampu beli mobil Alphard, tapi selalu mengumpat saat macet. (Baca juga: Agar Tak Jadi Malin Kundang)
Meski kuat secara ekonomi, kelompok konsumen baru ini memiliki peran yang minim dalam politik. Kasus Prita Mulyasari, pasien yang digugat rumah sakit Omni Internasional, Tangerang, karena mengeluhkan layanan di jejaring sosial media adalah contohnya. Tiga tahun lalu dia dibela oleh jutaan orang lewat Twitter dan Facebook. Tapi, setelah itu persoalan dianggap selesai. "Saya merasa ditinggal," kata Prita. (Baca: Sumpah Serapah Tepublik Tweeps).
Dia akhirnya dihukum enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Kini, dia sudah melayangkan peninjauan kembali. "Saya tak berani lagi mengeluh di sosial media," katanya. "Takut mempengaruhi keputusan."
Prita adalah contoh pembelaan kelas menengah dalam sebuah aksi yang disebut click activism--aksi yang nyaris tanpa risiko. Ya, begitulah potret kelas menengah Indonesia. Selengkapnya baca laporan utama Tempo, "Mereka yang Beranjak Kaya". di iPad atau Android.
TIM TEMPO
Berita Terkait Lainnya:
Mereka yang Beranjak Kaya
Kelas Pendorong Mesin Pertumbuhan
Berkiblat ke Dua Asia
Juragan dari Kebun dan Tambang
Aku Konsumsi Maka Aku Ada
Agar Tak Jadi Malin Kundang