TEMPO Interaktif, Jakarta - Sindikasi perbankan yang terdiri atas empat bank asal Cina, seperti Bank of China, ICBC; China Development Bank dan Exim Bank of China mengucurkan dana sebesar US$ 1,3 miliar untuk proyek kereta batu bara. ”Skema pendanaan utang akan berbanding ekuitas 70:30,” kata Chief Planning Officer CDB, Chen Jianying, setelah penandatanganan kerangka kesepakatan pendanaan antara PT Bukit Asam Transpacific Railways (BATR), China Development Bank, dan China Railways Group Limited, Jumat, 18 November 2011.
Penandatanganan kesepakatan ini juga disaksikan oleh Minister Counsellor Kedutaan Besar Cina, Zhou Hui, dan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Sofjan Wanandi, di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN dan ASEAN Business and Investment Summit 2011.
Direktur Utama BATR Rudiantara menyatakan, kerangka kerja sama di bidang keuangan ini mengatur skema pendanaan proyek kereta api batu bara dari Tanjung Enim, Sumatera Selatan, ke Bandar Lampung sepanjang kurang lebih 300 kilometer. “Dengan framewok agreement ini kami lebih mendapat kepastian sumber pendanaan,” ujarnya.
Proyek yang pertama kali ditandatangani pada tahun 2005 itu stagnan karena terbentur masalah perizinan jalur kereta dan pertambangan. “Harapannya, perizinan selesai pada tahun ini sehingga tahun depan bisa mulai konstruksi dan tahun 2015 kereta batu bara sudah mulai beroperasi,” ucap Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk. (Persero) Sukrisno.
Ia menjelaskan, selama kurun waktu sejak 2005 itu, perkembangan di masalah perizinan terus membaik. Tahun 2007 keluar Undang-Undang Perkeretaapian yang menyebutkan swasta diperbolehkan ikut membangun rel kereta api. Kemudian setelah ada Undang-Undang Mineral dan Batu Bara baru pada September 2009, izin prinsip perkeretaapian khusus dari Menteri Perhubungan keluar.
Nah, saat ini proyek yang merupakan bagian dari Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) tersebut tengah menunggu realisasi restruktuisasi PT Bukit Asam Banko (BAB) yang merupakan bagian terintegrasi dari proyek.
Proyek terintegarsi mulai dari tambang batu bara, infrastruktur transportasi kereta api hingga logistik pelabuhan. Pengelolaan rel kereta api dan pelabuhan akan dibangun dan dioperasikan oleh BATR. Adapun BATR merupakan perusahaan patungan antara Grup Rajawali Asia Resources (90 persen), Bukit Asam (10 persen) dan China Railway Group Limited (hak opsi kepemilikan 10 persen).
Sedangkan pengelolaan penambangan batu bara dikerjakan oleh BAB yang merupakan perusahaan patungan antara Bukit Asam (65 persen) dan Rajawali Asia Resources (35 persen). Perusahaan patungan ini akan memproduksi batu bara rata-rata 25 juta ton per tahun selama 20 tahun.
Managing Director Rajawali Corporation, Darjoto Setyawan, menyatakan,dalam kerja sama ini Cina akan membeli 50 persen produksi batu bara dengan harga pasar. Pembelian ini dilakukan setelah 20 persen dari produksi batu bara itu akan dipasok untuk PLN untuk memenuhi aturan wajib pasok dalam negeri (DMO). Sisanya, batu bara dapat dijual ke negara-negara lain yang membutuhkan, salah satunya India.
Ia menambahkan, batu bara yang diproduksi berjenis premium karena rata-rata berkalori 5.500-.5.600. Batu bara dengan kalori seperti itu kini dihargai sebesar US$ 55-60 per ton.
R. R. ARIYANI