TEMPO Interaktif, Jakarta - Krisis ekonomi Amerika dan Eropa diprediksi akan semakin menghantam ekspor industri furnitur Indonesia yang memang telah terpuruk sejak 2009. Para pelaku industri ini juga dinilai perlu usaha ekstra keras agar dapat bersaing di pasar global tahun depan.
“Salah satu usaha agar dapat bersaing adalah dengan terus memperbarui desain produk,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Benny Wahyudi pada pembukaan "Pameran Furniture dan Interior", Selasa, 8 November 2011.
Data Kementerian Perindustrian menyebutkan, ekspor furnitur kayu tahun lalu mencapai US$ 1,4 miliar atau naik dibanding tahun 2009 dan 2008 yang masing-masing sebesar US$ 1,15 miliar dan US$ 1,36 miliar.
Sedangkan ekspor rotan olahan cenderung menurun setiap tahun. Pada tahun 2007, ekspor mencapai US$ 367 ribu, lalu naik di 2008 menjadi US$ 313 ribu. Berikutnya pada 2009, ekspor rotan mencapai US$ 224 ribu, lalu turun kembali di tahun berikutnya menjadi US$ 212 ribu.
Penurunan ekspor ini salah satu penyebabnya adalah krisis keuangan global, khususnya di beberapa negara pembeli seperti Amerika Serikat, Jerman, Prancis, dan Inggris. “Sebenarnya pada 2010, pasar sudah mulai membaik, apalagi mengingat besarnya potensi bahan baku yang dimiliki Indonesia,” ucapnya Benny.
Pemerintah kini mendorong peningkatan daya saing, salah satunya bidang desain furnitur dengan membuat diklat peningkatan kompetensi SDM furnitur. Hatta Sinatra mewakili Insan Rotan Indonesia mengakui industri furnitur mengalami kelesuan seiring dengan terpuruknya industri rotan.
Produsen juga terus melakukan banyak inovasi, terutama desain produk untuk bersaing di pasar global. “Belum lagi keterbatasan bahan baku rotan akibat eksploitasi besar-besaran mengakibatkan para produsen kesulitan untuk produksi,” katanya.
PHESI ESTER JULIKAWATI