"Pertamina terus mengembangkan layanan biofuel hingga 2013 nanti," kata Djoko, hari ini.
Peta pengembangan infrastruktur biofeul yang dirilis pada 2009 sudah terealisasi di seluruh terminal bahan bakar minyak (BBM) area Jawa dan Bali. Tahun lalu, infrastruktur biofeul terealisasi di kawasan Sumatra Kota Besar, dan rencananya seluruh pulau Sumatra terealisasi tahun ini. Adapun pada 2012 dan 2013, infrastruktur biofeul dikembangkan di wilayah Kalimantan dan Sulawesi.
Terminal biofeul itu dibangun di terminal BBM. Seperti, terminal Medan Group di Kota Medan, terminal Panjang di Lampung, Dumai, Siak Pekanbaru, dan terminal Kertapati Palembang.
Biaya pembangunan satu paket infrastruktur biofeul Rp 58,5 miliar. "Tetapi Pertamina tidak punya kompetensi mengelola, kami akan mengajak kerjasama pihak lain seperti PT Perkebunan Nusantara," katanya.
Jenis biofeul yang sudah dijual adalah biosolar, biopremium, dan biopertamax. Selama periode 2006- 2010, nilai masing-masing biofeul terjual terus meningkat.
Seperti biosolar, naik dari 217.048 kiloliter (KL) menjadi 4,46 juta KL. Biopremium dari 1,624 KL menjadi 105,816 KL, dan biopertamax dari 16 KL menjadi 20,232 KL.
Pimpinan PT PLN Dharma Bakti, mengatakan ada beberapa hambatan pemanfaatan BBN di sektor pembangkit listrik. Misalnya, harga biofeul saat ini kurang bisa bersaing dengan BBM.
Penyedian bahan baku untuk keperluan industri belum dibudidayakan sebagai tanaman industri. Padahal tebu dan jagung bisa difermentasi menghasilkan alkohol dan ester yang bisa menggantikan bahan bakar fosil.
Dharma Bakti mengatakan sebenarnya beberapa pembangkit listrik di sejumlah daerah telah diuji coba menggunakan biofeul. Di antaranya, Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Sudirman di Kalimantan Barat, PLTD Petung Kalimantan Timur, dan PLTD Kuanino di Nusa Tenggara Timur.
Di wilayah Sumatra, sedang dibangun pembangkit biomas yang memanfaatkan cangkang kelapa sawit, dan biomas sampah Bantar Gebang, di Kota Bekasi, Jawa Barat. "Yang jalan adalah pembangkit milik swasta," katanya.
Ketua Ikatan Ahli Bio Energi Indonesia Tatang H. Soerawidjaja mengatakan seharusnya penggunaan biofeul lebih dulu dipaksakan kepada industri di bawah badan usaha milik negara (BUMN). "Suapaya ada contoh, dan industri swasta bisa mengikuti," katanya.
Menurut dia, harus ada kebijakan baru dari Pemerintah tentang pemanfaatan bahan bakar nabati ini. Tujuannya, supaya konsumen bisa labih menggunakan BBN aman baik untuk industri, maupun untuk sarana transportasi.
HAMLUDDIN