Indonesia di jurang krisis pangan jika masyarakat tak mampu mengakses harga pangan. "Saat ini belum berimbas. Namun, jika harga tak terjangkau lagi, Indonesia masuk dalam kondisi krisis pangan," kata Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati di Jakarta, Selasa (1/2).
Kenaikan harga komoditas pangan sejak Oktober tahun lalu bertolak belakang dengan data Kementerian Pertanian, yang menyebutkan komoditas mengalami surplus. Bahkan Kementerian Pertanian mengklaim produksi beras surplus 5 juta ton pada 2010. Sementara itu, Badan Pusat Statistik mendata surplus beras 2 juta ton.
"Surplus 5 juta berarti pasokan lebih besar dari permintaan. Seharusnya, jika berpijak pada hukum ekonomi, harga turun. Tapi justru harga naik 15 hingga 22 persen," kata Enny. Karena itu, dia ragu terhadap klaim pemerintah dan data yang dirilis BPS mengenai surplus beras tersebut.
Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, harga beras pada Januari 2011 naik hingga 30,9 persen ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Harga beras selama Januari sekitar Rp 9.191 per kilogram, naik 1,31 persen dibanding pada Desember 2010.
Harga minyak goreng kemasan naik 14,71 persen dan harga minyak curah naik 6,80 persen ketimbang Januari 2010. Harga cabai rawit juga naik 341 persen dan cabai merah naik 115 persen. Harga kedelai, sebagai bahan utama tempe dan tahu, menyentuh Rp 9.000-10.000 dari sebelumnya Rp 5.500 per kilogram.
Guru Besar Ilmu Eknomi Pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin, mengatakan Indonesia bakal terjebak dalam pusaran krisis pangan jika pemerintah tak mampu menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pasokan pangan secara nasional.
Bustanul menambahkan, keberhasilan sektor pangan sekitar 67 persen ditentukan oleh sektor lain, seperti industri, infrastruktur, dan perdagangan. Jika semua sektor terganjal persoalan, krisis pangan bisa terjadi. "Saya dapat data, stok beras per akhir Februari 909.636 ton. Ini belum tentu menjamin," ujarnya.
Produksi pangan yang rendah, kata Direktur Eksekutif Indef Ahmad Erani Yustika, terjadi lantaran ada proses pemburukan di sektor pertanian. "Produktivitas bisa terganggu akibat iklim, bencana, dan hama. Tapi, apa pun argumentasinya, produksi pertanian tetap rendah, terutama sejak kuartal ketiga 2010 saat harga mulai naik," katanya.
Erani menjelaskan, sepanjang 2010, sektor pertanian hanya tumbuh 2,9 persen. Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 6,1 persen. Tambahan pula tingkat inflasi pangan pada 2010 mencapai 15,7 persen, atau jauh lebih tinggi dibanding inflasi umum sebesar 6,96 persen.
ROSALINA | BOBBY CHANDRA