Pernyataan Boediono tersebut menjawab keraguan Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi, yang mempertanyakan kemampuan pemerintah dalam menghadapi ketidakpastian perekonomian global. Terutama setelah munculnya krisis politik yang melanda Mesir dan Tunisia. Krisis di kedua negara itu diyakini mempengaruhi harga minyak dunia.
Pengusaha juga mempertanyakan anggaran belanja negara Rp 1.200 triliun, naik hampir 3 kali lipat dibandingkan pada era Orde Baru. Meski besar, kata Sofjan, pembangunan infrastruktur belum maksimal. "Kenapa infrastruktur tak bisa dibangun. Mesti ada sesuatu yang salah dalam penggunaan bujet, atau karena subsidi terlalu besar. Kalau ada masalah, kita selesaikan bersama," kata Sofjan.
Sofjan menyatakan perlu kemitraan yang efektif antara pemerintah dan pengusaha. Sehingga komunikasi tak hanya dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia, namun melibatkan Apindo. Selama 10 tahun pasca orde baru, pengusaha yang menjadi lokomotif ekonomi. Hal ini berbeda pada era Presiden Soeharto saat pemerintah benar-benar menjalankan lokomotif itu dengan baik.
Menurut Sofjan, kebijakan pemerintah tak boleh tersandera kepentingan politik. Jika pemerintah tersandera, dia khawatir Indonesia mengulangi krisis 1998. Dia berharap pemerintah fokus memajukan perekonomian. Ekonomi Indonesia saat ini tumbuh 6 persen. Sedangkan negara Asia lain bisa tumbuh lebih tinggi. Padahal saat krisis 2008, Indonesia menjadi satu dari tiga negara yang tak terkena dampak buruk.
Boediono menyatakan pemerintah akan merespons positif semua masukan. Kemitraan pemerintah dan pengusaha harus diwujudkan. “Saya bisa mengatakan dari butir yang disampaikan 100 persen setuju," katanya. Namun, Boediono mengingatkan kemitraan efektif hanya bisa dilakukan jika masing-masing pihak mengerti posisi dan tunduk kepada yang mengatur.
EKO ARI WIBOWO