Oleh karena itu, ia menganjurkan agar pemerintah bersama-sama dengan DPR merevisi Undang-undang nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Sofjan mengusulkan agar UU tersebut, usai revisi, dapat menjadi acuan utama perundang-undangan tentang jaminan sosial. “Agar efisien”, kata Sofjan. “Tidak seperti sekarang. Pensiun ada undang-undang sendiri, pesangon beda lagi”, tambahnya.
Undang-undang SJSN telah disahkan pemerintah sejak tahun 2004. Namun pelaksanaan UU itu mengalami kendala lantaran badan pelaksana UU tersebut belum dibentuk. Saat ini UU Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial, yang dirancang untuk menjadi pelaksana UU SJSN, tengah dibahas di tingkat legislatif dan belum rampung.
“Padahal Presiden mengamanatkan pembahasan RUU tersebut selesai Desember 2010”, kata Surya Chandra Surapaty, anggota komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat RI fraksi PDI-P, sekaligus anggota panitia khusus pembahas RUU BPJS.
Chandra mengungkapkan ada tiga masalah yang membuat pembahasan RUU BPJS menjadi lama. Pertama soal perdebatan bentuk badan anggaran, apakah ia badan tunggal atau tidak. Kedua soal peran UU. “Apakah hanya menetapkan atau mengatur juga”, kata Chandra. Ketiga soal garis koordinasi, apakah setingkat menteri atau di bawah presiden.
Ihwal usulan revisi UU SJSN, Chandra memberikan tanggapan positif. “Kalau mau revisi, mari kita revisi sekarang”, kata Chandra, yang dulu menjadi pemimpin panitia khsusus pembahasan UU SJSN.
ANANDA BADUDU