Ia menambahkan harus ada pemisahan yang jelas antara makanan halal dan tak halal. Dengan demikian, wisatawan tidak lagi ragu dalam membelanjakan uangnya. Dengan standar higienitas yang tinggi, wisatawan juga leluasa mencoba beraneka ragam masakan tradisional, tanpa khawatir sakit perut. “Pariwisata kuliner harus bisa membawa kenangan, bukan penyakit,” ujar Firman.
Ketua Lembaga Penelitian Informasi Pariwisata, Dayat Muliha, menerangkan perbaikan sertifikasi halal bisa meningkatkan jumlah wisatawan dari Timur Tengah yang rata-rata berbelanja per kunjungan mencapai US$ 2.000 atau sekitar Rp 18 juta.
Dayat mencontohkan Malaysia, yang bisa lebih banyak menarik wisatawan dari kawasan Timur Tengah karena memiliki pemisahan makanan halal dan nonhalal yang jelas. “Kalau dengan kejelasan halal bisa menambah 1.000 wisatawan Timur Tengah, uang masuk ke negara turut bertambah US$ 2 juta,” tutur Dayat.
Ketua Komisi Tetap Makanan, Minuman dan Tembakau Kamar Dagang dan Industri, Thomas Dharmawan, mengatakan higienitas menjadi isu penting yang mempengaruhi industri makanan internasional saat ini. "Tidak hanya cara masak dan kemasannya, tetapi sampai komponen terkecilnya harus diperhatikan,” kata dia.
Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, Mienna Piekkari, menambahkan standar yang diberlakukan swasta (nonpemerintah) seperti sertifikat mempengaruhi industri makanan internasional, tidak hanya di Eropa melainkan seluruh dunia. “Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bahkan mulai membahasnya,” ujar Mienna.
ARYANI KRISTANTI