"Sekarang lagi dihitung investasinya," kata Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Muhammad Lutfi, Rabu (7/10). "Mudah-mudahan akhir tahun sudah diputuskan Antam bekerja sama dengan siapa". Rusal, ia melanjutkan, bukan mundur dari proyek itu sebab permintaan aluminium besar. "Tapi cadangan di Tayan tidak cocok dengan kebutuhan mereka," katanya.
Antam dan Russian Aluminum pada 2007 menandatangani perjanjian awal (head of agreement) untuk pengembangan deposit bauksit serta membangun pabrik pengolahan alumium di Kalimantan Barat. Akhir tahun ini, perjanjian itu berakhir.
Ia mengatakan Badan Koordinasi dan pihak Antam mau menemui Rusal soal kepastian pengembangan proyek ini. "Kami mau pertegas tahu Rusal kapan mau keluar," ujar Lutfi. "Akhir bulan ini saya minta mereka kasih keputusannya."
Proyek Tayan banyak diminati oleh perusahaan-perusahaan lain. Salah satunya adalah perusahaan asal Norwegia, North Hydro, yang sudah dua kali menemui Badan Koordinasi Penanaman Modal.
Proyek pengolahan aluminium Tayan diperkirakan akan mengolah 3,6 juta wet metric ton bauksit tercuci per tahun menjadi 1,2 juta ton smelter grade alumina per tahun. Estimasi awal nilai proyek US$ 1,2 miliar-1,5 miliar dan Antam memiliki 49 persen dan Rusal 51 persen.
Produksi bauksit dari lapangan Tayan sekarang mencapai 50 ribu ton. Antam memperkirakan akhir tahun nanti produksi akan meningkat hingga 300 ribu - 400 ribu ton.
Direktur Utama Antam Alwinsyah Loebis mengatakan belum ada keputusan siapa yang akan menjadi mitranya. "Sampai sekarang Rusal belum resmi mengundurkan diri dari kami," katanya.
SORTA TOBING