TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia atau GIPI Hariyadi BS Sukamdani menyatakan pemerintah sekadar menjadikan sektor pariwisata sebagai aksesoris semata. Hal itu merespons Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan yang digodok DPR. “Aksesori semata. Tak ada suatu pasal yang dalam RUU tersebut yang menggambarkan kontribusi pariwisata Indonesia,” katanya di Sahid Sudirman Resident, Jakarta pada Rabu, 4 September 2024.
Menurut dia, Indonesia perlu belajar dari negara lain yang tak menyepelekan sektor pariwisata sebagai sektor strategis dan unggulan. “Nah kita tidak. Mohon maaf kalau saya bilang perhatian elit politik itu, baik itu penyelenggara negara maupun juga dari parlemen itu tidak melihat ini adalah sesuatu yang penting,” kata Hariyadi.
Pariwisat, menurut dia, berfungsi sebagai penyanggah perekonomian masyarakat setempat secara langsung. Hal itu, kata Hariyadi, tentu berbeda dengan sektor industri yang kebermanfaatannya hanya dinikmati olehpara pelaku usaha. “Tapi kalau pariwisata ini kan luas, semuanya terlibat, semuanya bisa mendapatkan manfaat positif dari kegiatan pariwisata,” ujarnya.
Ia mengatakan, pariwisata berkualitas dan pariwisata massal secara berbarengan harus dikembangkan guna mencari nilai tambah tertinggi dari pelbagai bidang. Haroyadi menuturkan, bisa dimulai dari menawarkan lokasi yang eksotik serta konservasi dan properti yang megah.
“Pariwisata berkualitas itu nilai tambahnya paling maksimal. Tapi maksimalnya untuk siapa? Ya dalam perspektifnya perspektif yang lebih sempit menurut saya. Tapi kalau bicara pariwisata massal, rakyat banyak yang akan terlibat,” ujarnya.
Sementara GIPI meminta pemerintah atau DPR segera menunda pengesahan RUU Kepariwisataan yang menjadi inisiatif DPR. GIPI ingin terlibat dalam penyusunan draft RUU itu agar kepentingan dan kebermanfaatan di sektor pariwisata semakin meningkat.
GIPI telah menyusun usulan RUU Kepariwisataan berdasarkan berbagai versi yang diterbitkan oleh DPR. Berdasarkan pembahasan dengan anggota GIPI, draft RUU Kepariwisataan yang saat ini sudah dikeluarkan dua versi oleh DPR yaitu versi tanggal 2 Juli 2022 dan versi tanggal 5 April 2024 dan ditambah satu versi perubahan yang disampaikan dalam rapat melalui zoom oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 20 Agustus 2024, isinya belum selaras dengan aspirasi pelaku pariwisata.
Pilihan editor: Kemenkes: Ada Ratusan Laporan Dugaan Perundungan di PPDS, Tidak Hanya di Undip