“Pemberian fasilitas tersebut meningkatkan daya tarik dan daya saing Indonesia mengundang investasi asing untuk masuk dan mengembangkan kawasan ekonomi khusus melalui peraturan pemerintah dan diharapkan juga mendorong ekonomi di daerah tersebut dan menghapuskan ketimpangan wilayah, bagaimana menciptakan lapangan kerja dengan investasi ekonomi khusus,” ujar Edwin saat menjelaskan ke awak media di kantor Sekretariat Dewan Nasional KEK Jakarta Pusat, 22 Juli 2024.
Bambang Wijanarko, Pelaksana Kepala Biro Investasi, Kerja sama dan Komunikasi menjelaskan kebijakan KEK merupakan hasil evaluasi dari dua kebijakan serupa yang telah dilakukan pemerintah, yakni free trade area dan kawasan ekonomi terpadu (KAPET).
Kedua kebijakan tersebut memiliki kekurangan karena diinisiasi pemerintah hingga penerapan intensif yang kurang tepat. Oleh karena itu, dalam penerapannya KEK diajukan oleh pihak swasta yang bertugas menentukan lokasi, mengusulkan sektor hingga membangun kawasan.
“Pembangunan ekonomi tersebut (free trade area dan KAPET) sebagian besar merupakan kebijakan top down otomatis semua pembiayaan dari anggaran pemerintah pusat jadi implikasinya dibutuhkan anggaran yang lebih besar untuk menciptakan kawasan ekonomi. Kemudian beberapa insentif di beberapa kawasan sebagian besar tidak tepat sasaran contoh yang terjadi di pelabuhan bebas, semua orang menikmati pembebasan ppn bukan hanya industri ekonomi dan beberapa waktu lalu ada case konflik pemerintah pusat dengan otoritas Batam,” ujar Bambang.
Lebih lanjut Bambang juga mengatakan permohonan kawasan ekonomi khusus meningkat dalam beberapa tahun terakhir pasca disahkannya UU Cipta Kerja yang berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2021 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
Pilihan Editor: Tolak Rencana Wajibkan Asuransi Kendaraan Tahun Depan, Serikat Pekerja Angkutan: Tak Sebanding dengan Pendapatan Kami