Danang mengatakan, dalam satu bulan saja sejak Permendag 8/2024 terbit, ribuan kontainer barang impor membanjiri Indonesia. “Data terakhir sekitar 12 ribu kontainer tekstil dan produk tekstil masuk ke Indonesia dengan izin PI, Persetujuan Impor. PI ini dikeluarkan Kementerian Perdagangan menjadi bumerang buat kita,” kata dia.
Menurut dia, Permedag 8/2024 ini niatannya untuk menekan kepadatan dan kemacetan barang masuk di pelabuhan. “Permendag 8 ini ditujukan untuk membuka kemacetan di Tanjung Priok dan Tanjung Perak yang kita sebut congesty, kepadatan dan kemacetan di pelabuhan, tapi malah bisa membunuh diri kita sendiri karena begitu mudahnya aliran barang keluar dari pelabuhan tanpa melalui mekanisme Pertek,” kata dia.
Karena itu, Danang mengatakan, asosiasi meminta agar pemerintah merevisi Permendag 8/2024 tersebut. “Itu harus direvisi, tidak perlu dicabut, direvisi pada pasal-pasal tertentu. Harus membuat keseimbangan antara importir umum. Jangan importir produsen malah lebih susah daripada importir umum,” kata dia.
Dia menambahkan, masalah selanjutnya pada barang impor yang telanjur masuk ke Indonesia dalam jumlah besar. “Kami harapkan PI yang diberikan Kementerian Perdagangan itu segera dibatalkan, yang sudah terlanjur, karena itulah racun yang membunuh kita terutama di Jawa Barat tempat industri tekstil terbesar di Indonesia,” kata dia.
Pengamat Ekonomi Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi mengatakan, persoalan PHK tidak bisa dilepaskan dari sisi tata niaga yang mengatur masuknya barang impor yang pada ujungnya menggerus pasar dalam negeri.
“Sedangkan di sisi pasar global, TPT juga kompetisinya sangat tinggi. Saya kira industri tekstil ini yang padat tenaga kerja otomatis sangat terpengaruh,” kata dia selepas diskusi tersebut, Kamis, 27 Juni 2024.
Pilihan Editor: BASF Batal Investasi US$ 2,6 Miliar, Menteri Bahlil: Bukan Dicabut tapi Ditunda