TEMPO.CO, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mantab memanfaatkan tawaran pemerintahan Presiden Jokowi mengelola tambang batu bara. Salah seorang ketuanya menyindir pihak-pihak yang menentang keputusan mereka.
“Menajiskan batu bara itu tidak sesuai dengan pandangan Islam, karena ini anugerah Allah,” ujar Ketua PBNU, Ulil Abshar Abdalla dalam acara bertajuk "Polemik Pemberian Izin Pengelolaan Tambang Kepada Ormas Keagamaan" di Jakarta, Rabu, 26 Juni 2024.
Ulil menggunakan kesempatan tersebut untuk menjawab berbagai kritik yang dilayangkan kepada PBNU terkait dengan keinginan organisasi tersebut mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) batu bara melalui badan usaha.
Menurut dia, kritik tersebut dilatarbelakangi oleh kampanye yang digencarkan oleh lembaga-lembaga internasional terkait perubahan iklim.
Ulil menilai bahwa kampanye besar-besaran tersebut menyudutkan komoditas batu bara. Dalam kampanye perubahan iklim, kata dia, batu bara dianggap najis karena komoditas tersebut merupakan bagian dari energi fosil yang ada.
“Mungkin, (batu bara) dalam pandangan aktivis kehidupan, merupakan yang paling najis,” kata Ulil.
Padahal, kata Ulil, isu mengenai perubahan iklim belum selesai secara ilmiah. Isu terkait perubahan iklim masih akan terus berkembang, sehingga Ulil berpandangan tidaklah boleh menetapkan komoditas batu bara sebagai komoditas yang ‘najis’.
“Kita tidak boleh menyatakan seolah-olah terjun dalam bidang ini (tambang batu bara) adalah kejahatan. Bagi saya, tambang itu anugerah dari Allah untuk bangsa ini,” kata Ulil.
Oleh karena itu, ia kembali menegaskan bahwa batu bara dan energi fosil tidaklah seharusnya dinajiskan.
“Saya gak setuju menajiskan batu bara, menajiskan energi fosil,” ucap dia menegaskan.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2024 telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) 25/2024 tentang Perubahan Atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Dalam Pasal 83A PP 25/2024 disebutkan bahwa regulasi baru itu mengizinkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, seperti NU dan Muhammadiyah, mengelola wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Hingga saat ini, badan usaha ormas keagamaan yang sudah mengajukan permohonan izin untuk mengelola WIUPK adalah badan usaha yang dikelola oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Sejumlah ormas keagamaan sudah menyatakan tidak akan memanfaatkan tawaran tersebut seperti, Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Muhammadiyah belum membuat keputusan resmi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan bahwa izin usaha pertambangan khusus (IUPK) untuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sedang dalam proses administrasi.
Berikutnya: Tambang untuk Ormas Tingkat Kesulitannya Rendah