TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat terus melemah sejak awal tahun 2024 ini. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mengatakan dalam satu bulan terakhir Indonesia sulit membendung pelemahan rupiah.
Penguatan dolar memang membuat nilai tukar mata uang beberapa negara tertekan. “Tapi Indonesia salah satu yang terparah dibanding Negara ASEAN 5,” ujar Shinta dalam diskusi bersama Institute for Development of Economics and Finance (Indef) di Jakarta, Selasa, 6 Juni 2024.
Shinta menyebutkan pelemahan rupiah menurut ini menciptakan beban biaya produksi yang tinggi, khususnya beban impor bahan baku dan bahan penolong. Akibatnya, produk ekspor manufaktur Indonesia menjadi tidak kompetitif.
Sebagian besar pengusaha, kata Shinta, berharap nilai tukar berada pada kisaran Rp 14.000 per dolar AS Hal ini berdasarkan survei Apindo tahun lalu. “Tentu saja sangat ambisisus, jauh sekali dengan apa yang ada saat ini."
Hingga hari ini, kurs rupiah berada di level 16.392 per dolar AS. Shinta menerangkan, selain faktor eksternal seperti penguatan dolar, kondisi defisit neraca pembayaran yang terus melebar juga dapat memicu pelemahan rupiah.
Pada kuartal pertama 2024, defisit neraca berjalan melebar menjadi 0,6 persen dari produk domestik bruto. Hal ini disebabkan lemahnya pertumbuhan investasi langsung dari pihak asing atau Foreign Direct Investment (FDI) dan kinerja ekspor. Shinta mengatakan pada kuartal dua 2024, Indonesia mengalami pelemahan pertumbuhan FDI dan kinerja ekspor yang disebabkan oleh koreksi terhadap harga komoditas.
Shinta memperkirakan defisit masih akan berlanjut, sehingga harus ada terobosan dari pemerintah untuk percepatan pertumbuhan FDI dan peningkatan ekspor. “Jika dibiarkan, kondisi defisit ini berdampak pada kelanjutan pelemahan nilai tukar dan inflasi barang impor,” ujarnya.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebutkan indikator volatilitas nilai tukar rupiah masih terpantau lebih rendah daripada target di angka 5,5 persen year-to-date (ytd). Hal ini sebagai hasil dari berbagai upaya intervensi moneter, penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan kenaikan BI rate.
“Demikian juga untuk kecukupan cadangan devisa, realisasinya 6,2 bulan impor, lebih tinggi dari targetnya 5 bulan impor dan kami memandang ini masih lebih dari cukup untuk menstabilkan nilai tukar rupiah,” ucap Perry dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin, 24 Juni 2024, seperti dikutip dari Antara.
Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada hari yang sama juga optimistis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan kembali menguat dengan upaya-upaya intervensi yang terus dilakukan pemerintah dan BI.
"Saya kira langkah-langkah terus, rakor terus dilakukan," ucap Ma'ruf Amin usai menghadiri acara Peringatan Hari Penyiaran Nasional (Harsiarnas) Ke-91 dan Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 2024 di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin.
Ma'ruf menyatakan pelemahan rupiah disebabkan oleh pengaruh global yang juga berdampak pada mata uang negara lainnya. "Kita memang menghadapi situasi global yang tentu tidak hanya dialami oleh Indonesia, tetapi semua mata uang di dunia ini bahkan euro pun juga mengalami penurunan," katanya.
Namun begitu, menurut Ma'ruf, pemerintah akan terus berupaya menekan agar nilai tukar rupiah kembali menguat. "Tadi kita sudah rapat juga dalam rangka APBN kita untuk mengevaluasi hal-hal walaupun begitu kita masih cukup baik, ekonomi kita cukup baik."
Pilihan Editor: Pengamat: Pelemahan Rupiah Bisa Gerus Penerimaan Negara di Sektor Ekspor