TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia atau BI mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada April 2024 menurun. Per April, posisi ULN Indonesia tercatat sebesar US$ 398,3 miliar atau sekitar Rp6.522,6 triliun dengan asumsi kurs Rp16.380 per dolar AS. Pada Maret 2024, posisi ULN dilaporkan 404,8 miliar dolar AS.
Secara tahunan atau year-on-year (yoy), ULN Indonesia mencatat penurunan pertumbuhan sebesar 1,5 persen, setelah tumbuh 0,2 persen yoy pada Maret 2024. "Penurunan tersebut bersumber dari ULN sektor publik dan swasta," kata Asisten Gubernur BI Erwin Haryono dalam keterangan resmi pada Jumat, 14 Juni 2024.
Posisi ULN pemerintah pada April 2024 tercatat sebesar US$ 189,1 miliar atau sekitar Rp3.096,7 triliun dengan asumsi kurs Rp16.380 per dolar AS. Angka ini turun bila dibandingkan dengan posisi pada bulan Maret 2024 sebesar US$ 192,2 miliar.
Secara tahunan, ULN pemerintah mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,6 persen yoy. Pada bulan sebelumnya, terjadi kontraksi pertumbuhan ULN sebesar 0,9 persen yoy.
"Penurunan posisi ULN pemerintah terutama dipengaruhi oleh penyesuaian penempatan dana investor nonresiden pada Surat Berharga Negara (SBN) domestik ke instrumen investasi lain, seiring dengan peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global," kata Erwin.
Sebagai salah satu komponen dalam instrumen pembiayaan APBN, ULN diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor prioritas. Misalnya sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial dengan porsi 20,9 persen dari total ULN pemerintah. Sementara itu sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 18,6 persen. Lalu, untuk jasa pendidikan 16,8 persen, sektor konstruksi 13,6 persen serta jasa keuangan dan asuransi 9,6 persen.
"Posisi ULN pemerintah relatif aman dan terkendali, mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98 persen dari total ULN pemerintah," ujar Erwin.
Hal serupa juga terjadi pada ULN swasta pada April 2024 tercatat sebesar US$ 195,2 miliar. ULN ini lebih rendah dibandingkan dengan Maret 2024 yang tercatat US$ 198 miliar.
Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi pertumbuhan yang lebih dalam, dari 1,3 persen yoy pada Maret menjadi 2,9 persen yoy pada April. Erwin menjelaskan, kontraksi pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari perusahaan lembaga keuangan dan bukan lembaga keuangan. Masing-masing mengalami kontraksi sebesar 5,7 persen yoy dan 2,2 persen yoy.
Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin. Kemudian, sektor jasa keuangan dan asuransi, serta pertambangan dan penggalian. Seluruhnya memiliki pangsa mencapai 78,3 persen dari total ULN swasta. ULN swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,5 persen terhadap total ULN swasta.
BI menilai, struktur ULN Indonesia tetap sehat. Hal ini tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang turun dari 29,3 persen pada Maret 2024 menjadi 29,1 persen pada April 2024. Selain itu, dicerminkan juga oleh didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 87,1 persen dari total ULN.
"Peran utang luar negeri juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," tutur Erwin.
Pilihan Editor: Cadangan Devisa RI Akhir April 2024 Anjlok Menjadi USD 136,2 Miliar