TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah, melalui PP Nomor Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaran Tapera, akan memungut iuran 3 persen dari penghasilan pekerja.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mengatakan organisasinya menolak PP Tapera itu. Dia menyebut aturan itu akan membebani pekerja angkutan online seperti ojek, taksi, dan kurir.
“SPAI menolak Tapera karena potongan sebesar 3 persen dari upah sangat memberatkan pekerja angkutan online seperti taksol, ojol, dan kurir di tengah kenaikan harga barang-barang,” kata Lily saat dihubungi pada Ahad, 2 Juni 2024.
Lily menilai pungutan itu sama dengan mengurangi penghasilan para pekerja, apalagi belakangan sedang menurun. Dia menyebut para pekerja angkutan online juga telah mendapat potongan dengan kemitraan aplikasi sebesar 30 hingga 70 persen.
“Dengan hubungan kemitraan, aplikator telah semena-mena melakukan potongan. Itupun sudah melanggar batas aturan maksimal potongan 20 persen yang diatur pemerintah,” kata Lily.
Lily berharap pemerintah lebih berpihak kepada pekerja angkutan online agar penghasilan bertambah daripada memungut iuran dari mereka. Dia menyebut penghasilan pengemudi ojek online saat ini hanya berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu.
“Bukan justru sebaliknya malah berkurang. Itu belum dipotong biaya operasional seperti BBM, pulsa, biaya servis, spareparts, parkir, cicilan kendaraan, atribut jaket dan helm,” kata dia.
Selanjutnya: Kondisi kerja, kata Lily, telah merugi dan tak boleh dibebani dengan pungutan Tapera....