TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung telah menetapkan 22 tersangka kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022. Sementara Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menghitung kerugian yang diderita negara sebesar Rp300 triliun lebih.
"Yang jelas, sudah kami umumkan ada 22 orang tersangka yang kami yakini bahwa inilah pelaku, inilah yang menikmati, inilah yang menyebabkan kerugian negara, akan segera kami sidangkan," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah di Jakarta, rabu, 29 Mei 2024.
Semula Kejaksaan mengumumkan kerugian negara akibat dugaan korupsi itu mencapai Rp271 triliun.
Febrie mengatakan lembaganya telah meminta BPKP mengaudit kasus tersebut dan hasilnya, kerugian negara ternyata membengkak menjadi Rp300,003 triliun.
Berdasarkan hasil audit BPKP tersebut, nilai kerugian keuangan negara mencapai Rp300 triliun lebih yang terdiri atas kerugian kerja sama PT Timah Tbk dengan smelter swasta sebesar Rp2,285 triliun, kerugian atas pembayaran bijih timah kepada PT Timah sebesar Rp26,649 triliun, dan kerugian lingkungan sebesar Rp271,1 triliun.
Penghitungan kerugian ekologis dilakukan oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB, Bambang Hero Saharjo, melalui pengamatan citra satelit dari 2015 hingga 2022. Terdapat izin usaha pertambangan (IUP) di darat seluas hampir 350 ribu hektare di tujuh kabupaten di Provinsi Bangka Belitung.
Pakar lingkungan itu mengatakan pernah diminta Kejaksaan Agung mengkaji kerugian akibat aktivitas tambang timah ilegal di Bangka Belitung. Ia menggandeng sejawatnya di IPB, guru besar ekologi hutan Basuki Haris. Mereka menganalisis kerugian negara dan ekologis akibat penambangan ilegal melalui citra satelit sepanjang 2015-2022, selain pemeriksaan lapangan.
“Kami terkejut, ada ratusan perusahaan yang beroperasi di balik kasus ini,” ucapnya seperti dikutip majalah Tempo edisi 28 April 2024.
Jampidsus singgung soal Jenderal B
Menurut Febrie, Kejagung tidak hanya berhenti sampai pada 22 orang tersangka yang sudah ditetapkan. Selama memiliki alat bukti, pihaknya tidak ragu untuk menetapkan tersangka baru.
"Jadi, yakinlah bahwa penyidik kejaksaan ini profesional, bertindak dalam koridor ketentuan dan ini secara khusus memang saya minta ke Deputi BPKP dan auditor untuk percepatan hasil perhitungan kerugian negara dengan maksud agar cepat kita limpahkan," katanya.
Jika perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan, kata Febrie, maka masyarakat Indonesia bisa melihat dari alat bukti yang dibuka di pengadilan dan dari keterangan saksi yang bicara. Hal ini juga untuk menjawab pemberitaan soal adanya jenderal polisi berinisial B yang disebut-sebut terlibat dalam kasus tata niaga timah tersebut.
"Apabila ada keterlibatan, ada alat bukti di situ, penuntut kami membuat nota pendapat di situ untuk usulan sebagai tersangka dari hasil persidangan," katanya.
Mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung itu menegaskan bahwa lembaganya tidak terpengaruh dengan informasi pihak-pihak yang terlibat dan beredar di media sosial.
Penyidik kejaksaan tidak menjadikan keterangan di media sosial sebagai tolak ukur menetapkan tersangka. "Ukuran kami tentunya adalah alat bukti yang kami peroleh apa. Kami juga dibantu dari PPATK," katanya.
Berikutnya: Pencucian uang dari money changer sampai CSR