TEMPO.CO, Jakarta - Presiden terpilih Prabowo Subianto aktif membuka komunikasi dengan partai-partai yang sebelumnya berseberangan dalam Pilpres 2024. Belum lama ini, Ketua Umum Gerindra itu bertemu dengan Ketua Umum Nasdem dan PKB, yang sebelumnya mendukung pasangan Anies Baswedan dan Muhaiman Iskandar.
Bergabungnya partai lain ke koalisi Prabowo-Gibran akan berdampak menggemuknya kabinet karena presiden terpilih biasanya mengakomodasi partai pendukung dengan jabatan menteri.
Sempat muncul wacana Prabowo akan membentuk kabinet 40 menteri. Wakil Ketua Umum Gerindra Habiburokhman menilai isu penambahan nomenklatur kementerian menjadi 40 pada pemerintahan mendatang sebagai sesuatu yang bagus.
"Kalau memang ingin melibatkan banyak orang, menurut saya juga enggak ada masalah. Justru semakin banyak, semakin bagus kalau saya pribadi," kata Habiburokhman di Senayan, Jakarta, Senin, 6 Mei 2024.
Sebab, kata dia, Indonesia merupakan negara besar sehingga membutuhkan banyak tenaga dalam pemerintahan untuk bekerja.
"Kalau gemuk dalam konteks fisik seorang per orang itu kan tidak sehat, tapi dalam konteks negara jumlah yang banyak itu artinya besar. Negara kita kan negara besar. Tantangan kita besar, target-target kita besar. Wajar kalau kita perlu mengumpulkan banyak orang, berkumpul dalam pemerintahan, sehingga jadi besar," ujarnya.
Dia pun menepis penilaian pengembangan jumlah kementerian sebagai upaya untuk mengakomodasi kepentingan politik. "Ya, itu lah kesalahan cara berpikir, tapi enggak apa-apa jadi masukan bagi kami," ucapnya.
Namun Wakil Ketua Komisi III DPR itu menekankan bahwa penentuan terkait besaran kabinet merupakan hak prerogatif dari presiden.
Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan Prabowo bisa melanggar Undang-undang Kementerian Negara jika menambah jumlah kementerian dari 34 jadi 40.
“Di Undang-Undang a quo diatur maksimal 34 menteri. Kalau mau menambah harus mengubah dulu Undang-Undang-nya,” kata Herdiansyah saat dihubungi Tempo, Selasa, 7 Mei 2024.
Herdiansyah menduga rencana menambah jumlah kementerian ini akan dilakukan melalui perubahan Undang-Undang. Sehingga aksi merangkul kelompok oposisi gencar dilakukan agar prosesnya lancar.
Berikutnya: Luhut Sebut Menteri Toxic, Jokowi Setuju