TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono menilai ada tiga indikasi politisasi bantuan sosial atau bansos yang belum tuntas saat empat menteri dipanggil dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat lalu. Dia berpendapat bahwa majelis hakim perlu mencari kebenaran substantif untuk membuktikan adanya kecurangan dalam Pemilu 2024.
"Ketersediaan data yang berlimpah atas indikasi politisasi bansos dalam pilpres 2024 mengizinkan hakim MK untuk melakukan pendalaman substantif ini," kata Yusuf dalam pesan tertulisnya kepada Tempo, Minggu, 7 April 2024.
Permasalahan pertama, Yusuf menyampaikan, ialah konflik antara stabilitas makroekonomi dan kegentingan untuk bansos. Menurut dia, tidak ada kegentingan ekonomi untuk menambah berbagai bansos ad-hoc di sepanjang 2023 hingga menjelang pilpres di Februari 2024, mulai dari bansos beras, BLT El Nino, hingga BLT Mitigasi Risiko Pangan.
Ekonom itu menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi tahun 2023 berada di kisaran angka 5,05 persen dengan inflasi hanya 2,31 persen dan terendah dalam 23 tahun terakhir. Sedangkan pada tahun 2024, sambung Yusuf, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan 5,2 persen dengan inflasi 2-3 persen.
Yusuf juga menyampaikan bahwa anggaran belanja bansos pada tahun 2023 diproyeksikan Rp 146,5 triliun dan pada 2024 Rp 152,3 triliun. Angka itu jauh meningkat dibandingkan anggaran sebelum pandemi yang hanya Rp 112,5 triliun pada 2019.
"Anggaran belanja bansos yang sangat besar yang terus dipertahankan meski pandemi telah berakhir adalah memiliki motif non ekonomi, yaitu motif elektoral," ujarnya.
Lebih lanjut, Yusuf mengungkap permasalahan kedua, yaitu korelasi antara suara Prabowo-Gibran dan sebaran penerima bansos. Menurut dia, dari 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) bansos, sekitar 60 persen atau 13 juta KPM, bertempat tinggal di Jawa yang merupakan provinsi utama perebutan suara pilpres.
"Dari 204,8 juta DPT (Daftar Pemilih Tetap) di Pilpres 2024, sekitar 56 persen ada di Jawa. Pasangan Prabowo-Gibran mendapatkan 53,6 juta suara di Jawa, sekitar 33% dari total suara sah."