"Seratus persen dimethyl ether kami akan diserap oleh Pertamina," kata Direktur Utama Arrtu Christoforus Richard di Jakarta, Kamis (2/7).
Perjanjian itu sekaligus sebagai komitmen pengadaan dimethyl ether sebesar 1,7 juta ton per tahun selama 30 tahun. Arrtu menunjuk PT Bahana Securities sebagai penasihat keuangan untuk pendanaan proyek kerja sama itu.
Penandatanganan perjanjian itu semula akan dilakukan di kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Namun setelah menunggu satu jam, acara penandatanganan dipindahkan ke Kantor Pusat Pertamina lantai 21 dengan alasan Menteri BUMN Sofyan Djalil berhalangan.
Para wartawan yang sudah menunggu pun beralih ke Kantor Pusat Pertamina. Tapi kemudian diumumkan penandatanganan sudah dilakukan secara tertutup di lantai tiga. "Penandatanganan tidak dilakukan secara seremonial," tutur juru bicara Pertamina Basuki Trikora Putra kepada wartawan.
Dimethyl ether atau DME merupakan salah satu bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak. Seperti halnya biosolar, DME tergolong bahan alternatif yang dapat diperbarui yang bisa dipakai untuk mesin diesel dan kompor gas sebagai bahan bakar rumah tangga.
Christoforus menjelaskan nilai investasi proyek ini mencapai US$ 1,9 miliar untuk membangun dua pabrik. "Dananya 70 persen dari pinjaman dan 30 persen dari internal," kata Christoforus.
Pabrik pertama berlokasi di Riau untuk mengolah batu bara menjadi metanol memakan biaya US$ 1,7 juta. Pabrik kedua di Indramayu untuk mengolah methanol menjadi dimethyl ether dengan nilai investasi US$ 200 juta. Pembangunan pabrik di Indramayu akan dimulai pada September dan di Riau enam bulan berikutnya. Pembangunan kedua pabrik memakan waktu dua tahun.
DESY PAKPAHAN