Mahasiswi Psikologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Margareta Damayanti, merupakan salah satu korban TPPO ke Jerman, Ia mengaku tertarik dengan pengumuman yang dibagikan kampus karena ferienjob disebut masuk dalam program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) dan dapat dikonversikan menjadi 20 SKS.
Setelah membayar Rp 10 juta, ia mendapat pelatihan bahasa dan budaya Jerman oleh kampus. Sementara penjelasan dari PT SHB sangat minim. Bahkan wajah Direktur PT SHB Enik Ron Waldkönig yang gencar mengajak mahasiswa ikut program ini dengan iming-iming gaji besar dan pergi ke luar negeri, baru dilihatnya setelah berada di bandara Frankfurt.
Saat memberikan sosialisasi lewat aplikasi Zoom Meeting, Enik pun tidak pernah menampilkan wajahnya. Para mahasiswa langsung dibagi dalam beberapa kelompok dan dibekali tiket kereta menuju lokasi agen untuk disalurkan tanpa didampingi seorang pun.
Agen juga hanya memberi alamat kerja tanpa mendampingi para pemagang ini. Margareta kebagian kerja di sebuah rest area dan menjadi kasir. Kemampuan bahasa yang terbatas membuatnya sulit berkomunikasi dengan pelanggan dan mengenali produk yang dijual. “Kerjaan saya sebulan pertama nangis dan menulis cara pengucapan nama produk-produk,” tuturnya.
Sebulan kemudian, ia dipindahkan ke dapur. Meski hobi masak, ia kesulitan beradaptasi. Tiga minggu kemudian ia dikembalikan sebagai kasir.
Mahasiswa Jambi, Tania—bukan nama sebenarnya—turut mengikuti program ferienjob ini tahun lalu. Ia bercerita dipekerjakan di Auto-Kabel, perusahaan pengembang suku cadang mobil.
"Bukan rakit rangka mobil. Tugas kami cuma pasang label di rangka bagian dalam, kayak barcode gitu," kata dia kepada Tempo, melalui sambungan telepon, Jumat, 22 Maret 2024. Ini sebuah pekerjaan yang sangat berbeda dengan bidang keilmuan yang dipelajari di kampusnya.
Dalam pekerjaan ini, dia digaji dengan mata uang Euro. Setiap bulan dia menerima sekitar Rp 30,5 juta. Dia dan rekan lainnya dari berbagai kampus mendapat pekerjaan sama. "Setiap minggu diberi uang saku, tapi nanti ada pemotongan di gaji," tutur dia.
Program Ferienjob Tania dan rekannya ketahui dari Instagram resmi Universitas Jambi Setelah daftar, dia diterima sebagai salah satu peserta dari 80 mahasiswa. "Awalnya kami ragu, tapi disuruh bayar. Katanya biar urusannya lancar," tutur dia.
Begitu diterima sebagai peserta Ferienjob, Tania bergegas mengurus visa, paspor, tiket, dan perlengkapan perjalanan. Total duit yang dia habiskan mengurus semua itu ditambah tiket pesawat mencapai Rp 36 juta. "Bayar LoA (letter of acceptance/surat tanda diterima magang) Rp 1,7 juta," tutur dia.
Para mahasiswa magang juga diminta membayar biaya kontrak 350 Euro (Rp 5,9 juta). Namun, di awal mereka hanya memberi 250 Euro. "Tapi pas pulang kami diminta tambah 100 Euro," ujar dja.
Selain itu, Tania menuturkan ia dan peserta magang ferienjob lainnya diminta membayar Rp 5,1 juta per bulan untuk biaya sewa tempat tinggal selama di Jerman. Uang itu diberikan kepada koordinator yang mengurus mereka.
Koordinator ini juga menawarkan mahasiswa menggunakan dana talangan jika tak punya uang untuk membeli tiket pesawat keberangkatan ke Jerman.
Berikutnya: Pernyataan UNJ