TEMPO.CO, Jakarta - Program makan siang gratis dan susu gratis yang dicanangkan pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran menuai polemik dari sejumlah kalangan. Terlebih, sebagai pendukung nomor urut 2, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pembiayaan program makan siang gratis akan dibiayai dengan dana Bantuan Operasional Sekolah atau (BOS).
"Kami mengusulkan pola pendanaannya melalui Bantuan Operasional Sekolah spesifik atau BOS Spesifik atau BOS Afirmasi khusus menyediakan makan siang untuk siswa," ujar Airlangga sebelum simulasi makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang pada Kamis, 29 Februari 2024.
Berikut beberapa kritik dan tanggapan tentang program makan siang gratis.
1. Penolakan dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G)
Kepala Bidang Advokasi Guru, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Imam Zanatul Haeri, menolak kebijakan program makan siang gratis akan dibiayai dengan dana BOS. Alasannya, dana bos diperuntukan untuk membayar gaji guru dan tenaga pendidik honorer.
"Sama saja memberi makan gratis siswa dengan cara mengambil jatah makan para gurunya. Sebab ada guru honorer yang hanya mengandalkan dana BOS,” kata Imam dalam keterangan resmi, Sabtu 2 Maret 2024.
Menurut Imam, skema pembiayaan makan siang gratis harusnya tidak diambil dari anggaran pendidikan, termasuk BOS dari APBN. Sebab, anggaran APBN sekarang saja, belum mampu mensejahterakan guru. "Anggaran juga belum memperbaiki fasilitas sekolah dan memajukan kualitas pendidikan kita.
2. Harus dilakukan dengan kajian Akademik
Federasi Serikat Guru Indonesia atau FSGI mendorong pemerintahan yang baru melakukan kajian akademik untuk program makan siang gratis. Dalam hal ini, kajian akademik bertujuan memetakan sekolah mana di suatu daerah yang memang peserta didiknya membutuhkan program makan siang gratis.
"Misalnya di daerah tertinggal. Namun dengan catatan, anggarannya tidak menggunakan dana bantuan operasional sekolah atau BOS. Baik BOS reguler, BOS kinerja/prestasi maupun BOS Afirmasi," kata Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti dalam siaran tertulis kepada Tempo pada Ahad, 3 Februari 2024.
3. Tidak boleh mengambil dari anggaran pendidikan
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan program makan siang gratis tidak boleh mengambil anggaran pendidikan yang saat ini sudah sangat terbebani. Menurutnya, masih banyak masalah sektor pendidikan yang butuh didanai dibanding program makan siang gratis.
“Jika dipaksakan harus ada (program) makan siang, maka anggaran makan siang harus di luar anggaran pendidikan,” kata Ubaid melalui keterangan tertulis pada Senin, 4 Maret 2024.
Ubaid mengungkapkan bahwa saat ini anggaran pendidikan sudah sangat pas-pasan meski mendapat jatah 20 persen dari APBN. Karena itu, Ubaid menyatakan anggaran pendidikan harus digunakan untuk masalah-masalah yang lebih mendesak daripada makan siang gratis di sekolah.
4. Pemerintah gagal memahami tujuan dana BOS dan BOS Afirmasi
Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menyebutkan usulan dana BOS untuk membiayai makan siang gratis menunjukkan pemerintah gagal memahami tujuan kebijakan dana BOS dan BOS Afirmasi. Ia mengatakan Dana BOS adalah dana yang digunakan terutama untuk mendanai belanja non-personalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah sebagai pelaksana program wajib belajar.
Sedangkan dana BOS afirmatif atau afirmasi adalah program pemerintah pusat yang dialokasikan bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang berada di daerah tertinggal. Kendati demikian, ujar Retno, tidak semua sekolah di Indonesia mendapatkan BOS Afirmasi. BOS Afirmasi selama ini hanya diberikan pada sekolah-sekolah tertentu, misalnya sekolah yang berada di wilayah tertinggal, meskipun tidak berada di daerah tertinggal.
Selanjutnya: Faisal Basri sebut grand design makan siang gratis acak-acakan