TEMPO Interaktif, Jakarta - Pasar ekspor batik di Afrika belum tersentuh oleh pengusaha dan pengrajin batik Indonesia. Padahal, menurut Koordinator Forum Masyarakat Batik Indonesia, Iman Sucipto Umar, masyarakat Afrika sangat berminat pada batik Indonesia. "Mereka suka batik kita," kata Cipto di acara Pekan Produk Kreatif Indonesia di Jakarta Convention Center, Jumat (26/6).
Namun, untuk menembus pasar Afrika, kata dia, pengusaha mesti melakukan inovasi batik agar sesuai dengan selera fesyen masyarakat Afrika. Pasalnya, selera tiap negara berbeda. Eropa dan Jepang yang telah ditembus misalnya, lebih menyukai batik dengan warna-warna terang. Adapun, nilai ekspor batik tahun lalu mencapai US$ 150 juta.
Konsumsi batik di pasar domestik tahun inii diprediksi tumbuh kisaran 3-5 persen dari nilai konsumsi tahun lalu sekitar Rp 40 triliun.
Menurut Cipto, pertumbuhan bisa naik hingga 10 persen apabila ada kewajiban memakai batik pada even-even tertentu.
Sementara itu, pemerintah juga berupaya mencari perlindungan hukum untuk pengembangan batik Indonesia. Pemerintah mendaftarkan batik sebagai warisan kekayaan Indonesia di UNESCO untuk mendapat pengakuan dari internasional. Upaya ini dilakukan sejak September 2008, dengan memasukkan berkas usulan nominasi batik Indonesia ke Unesco.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mengatakan pemerintah berharap nominasi batik Indonesia bisa masuk dalam daftar representatif pada sidang Intergovernmental Committee (IGC) UNESCO di Abu Dhabi, 26 September sampai 2 Oktober mendatang. "Kalau tidak ada halangan, di Abu Dhabi nanti, batik akan diakui sebagai warisan kekayaang bangsa Indonesia secara resmi," ucapnya di JCC.
NIEKE INDRIETTA