TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan rencana pemerintah menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mendanai program makan siang gratis akan menggerus dana pendidikan.
"Ini dana untuk pendidikan sudah sedikit," katanya kepada Tempo pada Jumat, 1 Maret 2024.
Porsi anggaran untuk pendidikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah 20 persen. Namun meskipun demikian, kata Esther porsinya dari produk domestik bruto atau PDB hanya berkisar tiga sampai empat persen.
"Jadi, masih sangat kecil sekali dibandingkan Malaysia saja yang sudah 10 persen lebih dari PDB," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengusulkan pembiayaan program makan siang gratis yang diusung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka itu didanai dengan skema BOS. Hal ini ia sampaikan sebelum melakukan simulasi makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Tangerang.
"Kami mengusulkan pola pendanaannya melalui BOS Spesifik atau BOS Afirmasi untuk khusus menyediakan makan siang untuk siswa," ujar Airlangga pada Kamis, 29 Februari 2024.
Dia menuturkan, akan ada rekening terpisah antara penyaluran BOS Reguler dan BOS Spesifik. Pemisahan ini dilakukan agar ada evaluasi dan pemantauan yang jelas atas pembiayaan program tersebut.
Menurut Esther, inisiasi program makan siang gratis ini tidak bersifat produktif, hanya konsumtif. Artinya, masih kurang menyentuh akar pengembangan kualitas sumber daya manusia atau SDM.
"Kalau dana pendidikan saja masih kecil terus dikurangin lagi. Kalau menurut saya ya lebih baik programnya itu yang sifatnya produktif gitu, kalau ini kan konsumtif. Multiplier effect-nya hanya bisa dirasakan pada jangka pendek," katanya.
Dia tak menampik bahwa program ini mungkin akan menggerakkan geliat usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
"Tapi impor beras nanti makin tinggi, susu makin tinggi, gimana dong?."
Esther menyarankan agar menggodok program yang memacu produktivitas, peningkatan kualitas SDM, menambah anggaran pendidikan, atau membangun infrastruktur. Sebab, kata dia, program-program seperti itulah yang memiliki efek jangka panjang.
"Jadi, saya mikirnya lebih baik untuk jangka panjang lah dan produktif. Bukan yang sifatnya konsumtif dan jangka pendek kayak gini dampaknya," ucapnya.
Selaras dengan itu, pengamat pendidikan Bukik Setiawan juga tidak setuju bila program tersebut dibiayai menggunakan Dana BOS. Pasalnya, anggaran Dana BOS untuk kebutuhan sekolah saat ini sudah sangat terbatas.
"Tidak masuk akal kalau digunakan untuk membiayai makan siang," katanya kepada Tempo pada Jumat, 1 Maret 2024.
Namun bila program makan siang dan susu gratis dibiayai melalui mekanisme Dana BOS Spesifik yang artinya di luar dari Dana BOS Reguler, dia sangat setuju. Kebijakan ini, kata dia, membuat sekolah punya fleksibilitas untuk mengadakan kegiatan makan siang yang sesuai dengan konteks sekolah dan daerahnya.
"Tapi harus dipastikan berasal dari sumber dana di luar BOS."
ANNISA FEBIOLA | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Implementasi ESG, BRI Perkuat Komitmen untuk Sustainable Finance