BUMN sebagai sapi perah
Kritik lain datang ekonom senior INDEF, Didin S Damanhuri. Didin menilai Menteri BUMN Erick Thohir mengembalikan BUMN sebagai sapi perah politik. Itu tercermin dari keputusan Erick menunjuk dua pendukung Prabowo-Gibran sebagai komisaris BUMN.
"(Ini) seperti tahun 60-an. Terjadi lagi," katanya ketika dihubungi Tempo pada Ahad, 25 Februari 2024.
Didin menyoroti pengalaman bagi-bagi jatah Komisaris BUMN berbasis balas jasa politik dan bukan berdasar kompetensi dan profesionalitas selama ini.
Menurut dia, banyak fungsi kontrol para komisaris yang nyaris tak berfungsi. Akibatnya, berujung pada banyak kasus kerugian BUMN.
"Misalnya BUMN Karya, Garuda, Indofarma, Krakatau Steel dan lain-lain," ujar Didin.
Selain itu, dia juga menyinggung adanya alokasi Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikumpulkan untuk pendanaan politik.
"Untuk membiayai lembaga-lembaga survei, maka harusnya para komisaris dapat mencegahnya. Tapi, akhirnya jadi bobol," tuturnya.
Penunjukan komisaris secara tidak objektif ini, kata Didin mesti dihentikan karena merugikan negara.
"Ini harus dihentikan, karena yang rugi (adalah) rakyat yang membutuhkan pelayanan BUMN yang profesional, berintegritas dan berakhlak. Padahal, tagline BUMN masa Erick Tohir kan BUMN Berakhlak. Jadi kontradiktif," ujar Didin.
Di sisi lain, dia heran dengan sikap yang diambil tim pasangan calon nomor urut dua tersebut. Mereka sudah berpesta deklarasi kemenangan.
"Dan lebih jauh, malah sudah bagi-bagi jatah Komisaris BUMN," katanya.
Padahal, Komisi Pemilihan Umum atau KPU belum mengumumkan hasil penghitungan suara berdasarkan C1 dari KPU di daerah-daerah.
"Dan adanya dugaan kecurangan TSM (terstruktur, sistematis dan masif), audit forensik IT KPU, bahkan hak angket DPR, mestinya TKN menahan diri dulu," ujar Didin.
ANNISA FEBIOLA
Pilihan Editor: Ekonom Sebut Kenaikan Tarif Tol Picu Inflasi, Baiknya Ditunda