TEMPO.CO, Jakarta -Tren kenaikan sebagian besar harga pangan masih bertahan, bahkan cenderung terus naik. Mulai dari komoditas beras, cabai, bawang merah, hingga minyak goreng. Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian mengatakan, kenaikan harga menjelang Ramadan merupakan siklus tahunan.
"Sebab tingginya permintaan, sementara dari sisi suplai relatif tetap," katanya kepada Tempo pada Rabu, 21 Februari 2024.
Eliza menjelaskan, setiap komoditas memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya untuk ayam dan telur. Secara pola tahunan, harganya memang akan cenderung naik di awal tahun dan kembali melandai sekitar Maret hingga April.
Kemudian, harga akan naik kembali pada rentang Juni sampai Juli dan turun mulai Agustus. Lalu pada November hingga Desember naik lagi.
"Ini karena pola budidaya saja yang menyebabkan kenaikan harga pada bulan tertentu. Momentum awal tahun ini ditambah dengan pesta demokrasi dan menjelang puasa yang semakin meningkatkan permintaan bahan pangan."
Begitu pula dengan cabai yang polanya juga musiman. Jika musim hujan, banyak yang akhirnya busuk, sehingga suplai jadi berkurang. Terlebih permintaannya relatif tinggi menjelang Ramadan.
"Cabai ini diangkut dari sentra produksi yang medan jalannya masih bertanah. Kalau musim hujan, terhambat pengirimannya. Untuk persoalan cabai ini lebih karena permintaan meningkat, sementara suplai terganggu oleh cuaca, distribusi dan manajemen stok yang kurang baik," ucap Eliza.
Untuk komoditas bawang putih, kata dia, harganya sangat ditentukan oleh harga internasional dan manajemen impor. Hal ini karena hampir 99 persen Indonesia mengimpor bawang putih.
Sedangkan untuk komoditas beras, kata Eliza, ada anomali. Jika dihitung secara data, stok beras awal tahun mencapai 6,7 juta ton. Bahkan kalau mengacu pada data Badan Pangan Nasional, stok awal tahun tercatat tinggi, sekitar 7,4 juta ton.
Sementara itu, rerata konsumsi per bulan sebanyak 2,5 juta ton. "Dengan besaran stok demikian, mestinya cukup. Namun, ternyata ada persoalan distribusi dan ketiadaan data untuk melacak pendistribusian dan stok beras di tingkat penggilingan, korporasi, ritel dan masyarakat luas. Sejauh ini, data baru di level produksi petani," tuturnya.
Tingginya harga beras di awal tahun, selain karena pola tahunan, juga akibat tingginya permintaan. Pasalnya, bertepatan pula dengan momentum Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Dalam rangka silaturahmi dan kunjungan ke masyarakat, menurut Eliza, kerap diiringi dengan pembagian sembako.
Namun di sisi lain, pemerintah justru jor-joran menggelontorkan bantuan sosial atau Bansos. "Membuat pemerintah saat ini tidak cukup kuat mengintervensi pasar saat harga tinggi seperti sekarang."
Pilihan Editor: Basuki Hadimuljono Dikabarkan Tak Masuk Kabinet Prabowo, Pengamat Ungkap Kriteria Menteri PUPR Berikutnya