TEMPO.CO, Jakarta - Google buka suara soal pengesahan Perpres Publisher Rights oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Adapun menurut Kepala Negara, Perpres Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas ini mengusung semangat membentuk jurnalisme berkualitas.
“Kami memahami pemerintah telah mengesahkan peraturan tentang penerbit berita, dan kami akan segera mempelajari detailnya," kata perwakilan Google melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Rabu, 21 Februari 2024.
Google mengklaim selama ini telah bekerja sama dengan penerbit berita dan pemerintah untuk mendukung dan membangun masa depan ekosistem berita yang berkelanjutan di Indonesia. Google menilai pentingya produk mereka untuk dapat berita dan perspektif yang beragam tanpa prasangka dan bias.
"Maka dalam upaya bersama ini, kami selalu menekankan perlunya memastikan masyarakat Indonesia memiliki akses ke sumber berita yang beragam, dan juga perlunya mengupayakan ekosistem berita yang seimbang di Indonesia, yaitu, ekosistem yang dapat menghasilkan berita berkualitas untuk semua orang, sekaligus memungkinkan semua penerbit berita, baik besar maupun kecil, untuk berkembang," ujar perwakilan Google.
Presiden Jokowi menandatangani Perpres Publisher Rights pada Selasa, 20 Februari 2024. Ia mengatakan semangat awal dari perpres ini adalah ingin membentuk jurnalisme berkualitas.
"Kami juga ingin memastikan keberlanjutan industri media nasional, kita ingin kerja sama lebih adil antara perusahaan pers dengan platform digital," kata Jokowi dalam pidatonya saat Peringatan Hari Pers Nasional Tahun 2024 di kawasan Ancol, Jakarta, Selasa, 20 Februari 2024.
Jokowi juga mengatakan, perpres ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengurangi kebebasan pers. Dia menegaskan Publisher Rights lahir dari keinginan dan inisiatif insan pers. Menurut Jokowi, pemerintah tidak sedang mengatur konten pers tetapi mengatur hubungan bisnis antara perusahaan pers dan platform digital.
Berdasarkan salinan dokumen Perpres Publisher Rights yang diterima Tempo, pasal 7 menyebut kerja sama perusahaan platform digital dengan perusahaan pers dituangkan dalam perjanjian kerja sama.
Kerja sama yang dimaksud berupa lisensi berbayar, bagi hasil, berbagi data agregat pengguna berita, dan/atau bentuk lain yang disepakati. Adapun bagi hasil yang dimaksud merupakan pembagian pendapatan atas pemanfaatan berita oleh platform digital yang diproduksi perusahaan pers berdasarkan perhitungan nilai keekonomian.
Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wahyu Dhyatmika optimistis beleid ini akan membuka jalan bagi negosiasi bisnis yang setara antara perusahaan platform digital dan penerbit media digital di Indonesia.
"Pemberlakuan aturan ini akan berdampak signifikan bagi anggota AMSI. Sejumlah media yang selama ini sudah memiliki perjanjian lisensi konten dengan platform digital akan memperoleh kepastian pendapatan," kata Wahyu melalui keterangan tertulis, Selasa, 20 Februari 2024.
Sementara media-media yang belum memiliki perjanjian dengan platform—selama sudah terverifikasi di Dewan Pers—bisa mulai menegosiasikan sebuah relasi bisnis yang saling menguntungkan. Perjanjian bisa dilakukan masing-masing media secara individu maupun kolektif.
"AMSI berkomitmen menjembatani anggota yang belum terverifikasi di Dewan Pers untuk mendapatkan kompensasi melalui perjanjian kolektif," tutur Wahyu.
Menurut Wahyu, Perpres Publisher Rights membuka ruang bagi model bisnis baru di luar model bisnis yang mengandalkan impresi atau pencapaian traffic (pageviews). Menurutnya, dominasi model bisnis media semacam itu turut berkontribusi pada munculnya banyak konten sensasional, click bait, serta konten yang terlampau mengandalkan kecepatan dengan mengorbankan akurasi dan kelengkapan fakta.
"Perpres ini diharapkan memperbaiki ekosistem bisnis media di Indonesia," kata dia.
Pilihan Editor: Jokowi Minta Menkominfo Prioritaskan Belanja Iklan ke Perusahaan Pers, Bantalan Jangka Pendek?