Dikutip dari Koran Tempo edisi Rabu, 8 Februari 2023, sejumlah pihak menolak upaya pengembangan PLTN. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Gerindra, Kardaya Warnika, mengecam masuknya beberapa sumber energi tidak terbarukan, seperti nuklir, dalam RUU EBET. Ia menuding adanya upaya beberapa kalangan untuk memaksakan rencana pembangunan PLTN dengan mendompleng RUU EBET.
“Nuklir yang sebenarnya bukan energi baru mau coba dimasukkan. Ada upaya politik untuk memasukkan nuklir,” ujar mantan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral itu kepada Tempo, Senin, 6 Februari 2023 lalu.
Sementara itu, Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR), Deon Arinaldo, menilai masuknya energi-energi tidak terbarukan, seperti nuklir, dalam RUU EBET mengaburkan sinyal transisi energi Indonesia kepada dunia. Khususnya investor energi bersih. Isi RUU tersebut, kata dia, juga kontradiktif. Deon mencontohkan Pasal 6 RUU EBET yang menyebutkan bahwa transisi energi adalah proses mengganti energi tidak terbarukan dengan energi baru dan energi terbarukan.
“Energi baru dan energi terbarukan digabung dalam satu aturan dengan insentif dan perlakuan yang sama, padahal secara risiko dan fundamental berbeda. Energi barunya juga enggak baru,” ujar Deon.
Menurut Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Hadi Priyanto, masuknya Nuklir dalam sumber energi masa depan memicu pertanyaan mengenai niat transisi energi pemerintah. Padahal negara maju seperti Jerman pun sudah berencana menutup total PLTN. Negara itu beralasan pengoperasian PLTN melepas emisi cukup besar, serta menyisakan limbah radioaktif yang bertahan sangat lama. Skema PLTN yang memanfaatkan uap air guna memutar turbin juga disebut menambah tinggi temperatur bumi.
HENDRIK KHOIRUL MUHID I | KORAN TEMPO
Pilihan Editor: Jokowi Beri 2 Jabatan Baru Luhut Setelah Sembuh Sakit, Salah Satunya Ketua Tim PLTN