TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebut eskalasi konflik agraria di era pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi meningkat dibanding era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY. Sekjen KPA Dewi Kartika mengatakan ada 2.939 letusan konflik atau selama 9 tahun terakhir atau 2015-2023. Konflik itu berdampak pada 6,3 juta lahan dan menimbulkan korban sebanyak 1,5 juta keluarga.
"Dibanding periode Presiden SBY, meningkat hampir 100 persen. Padahal periode Jokowi belum genap 10 tahun," kata Dewi dalam acara Peluncuran Laporan Tahunan Agraria KPA 2023 yang disiarkan di kanal YouTube KPA, Senin, 15 Januari 2024.
Adapun sepanjang dua periode SBY atau pada 2005-2014, kata Dewi, konflik agraria tercatat sebanyak 1.520 letusan. Konflik ini berdampak pada 5,7 juta hektare lahan dan menimbulkan korban sebanyak 977 ribu keluarga.
Di periode Jokowi, Dewi mengatakan sektor Proyek Strategis Nasional (PSN) menjadi salah satu sektor yang mendorong laju pertumbuhan konflik agraria. Setidaknya selama tiga tahun terakhir atau 2020-2023, ada 115 konflik agraria yang terjadi di sektor PSN. Konflik ini berdampak pada 516 ribu hektare lahan.
"KPA sudah menyatakan PSN ini adalah skema pembangunan yang menjadi alat perampasan secara nasional. Land grabbing secara nasional," kata Dewi.
Dewi pun meminta pemerintah untuk mengevaluasi total proyek-proyek PSN. Salah satunya dalam menetapkan proyek ini sebagai PSN. Sebab, menurut dia, selama ini pemerintah cenderung subjektif.
"Jadi, apa yang membuat proyek bisa dinyatakan PSN? Dari sisi skala apa? Apa karena anggaran, dari sisi strategisnya untuk PSN?" ucap Dewi. "Kalau dari proses-proses di beberapa kejadian, Kemenko Perekonomian bisa dengan mudah menyatakan PSN. Seperti kasus Rempang."
Pilihan Editor: Ganjar Berharap Kasus Wadas dan Semen Rembang Dibahas di Debat Calon Presiden