TEMPO.CO, Jakarta - Calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut satu, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mendorong energi baru terbarukan (EBT) bila terpilih dalam Pilpres 2024. Hal ini disampaikan oleh juru bicara Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas AMIN), Irvan Pulungan, meskipun EBT seringkali menjadi isu yang kerap dibicarakan tapi agak sulit untuk direalisasikan.
Irvan menjelaskan, transisi EBT itu adalah keniscayaan di masa depan dan tidak bisa ditolak. OLeh sebab itu, Anies dan Cak Imin percaya bahwa visi lingkungan dan keberlanjutan adalah cara untuk mencoba menghadirkan keadilan.
“Backbone-nya adalah mendorong transisi EBT yang berkeadilan,” ujar dia dalam acara daring bertajuk Diskusi Media: Meneropong Bioenergi di Tangan Calon Presiden dan Wakil Presiden 2024-2029 pada Rabu, 10 Januari 2024.
Menurut Irvan, capaian realiasai transisi EBT saat ini masih cukup rendah yakni 1 persen. Anies-Muhaimin bertekad untuk menaikkan realisasi transisi EBT menjadi 4 persen per tahunnya jika terpilih menjadi presiden. Salah satu caranya dengan berkolaborasi.
Irvan menjelaskan transisi energi berkeadilan yang kolaboratif itu berarti meningkatkan partisipasi masyarakat dan seluruh aktor dalam proses perumusan kebijakan sampai implementasi. “Khususnya masyarakat rentan, perempuan, difabel, dan anak untuk terlibat dalam proses-proses tersebut,” tutur Irvan.
Selain itu, perbaikan tata kelola khususnya harmonisasi vertikal dan horisontal, di mana harus ada harmonisasi kebijakan dan aksi di tingkat nasional dan sub nasional juga menurut dia harus dilakukan. Kemudian, Irvan berujar, antar lembaga dan antar pemerintah sub nasional.
Langkah lainnya mendorong inovasi pendanaan, khususnya blended financing (pendanaan campuran) untuk kegiatan-kegiatan EBT. Anies-Muhaimin juga mendorong penguatan taksonomi hijau dan mengembangkannya dengan climate budget tagging (CBT).
“Seharusnya taksonomi hijau dan climate budget tagging menjadi dasar untuk memprioritaskan kegiatan-kegiatan alokasi pendanaan khususnya tetang EBT,” ucap Irvan.
Sebagai tambahan, menurut dia, intervensi permintaan dan penawaran pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU batubara juga penting dilakukan. Karena hal itu akan mendorong untuk melahirkan energi-energi baru sebagai sumber energi di Indonesia.
Akselerasi ini kemudian perlu perencanaan holistik begitu, Irvan mengatakan pemerintah ke depan akan memerlukan dokumen perencanaan yang holistik dan komprehensif. Sehingga bisa menjawab bagaimana target-target transisi EBT bisa tercapai. “Khususnya di hydro, air terjun, dan pembangkit-pembangkit yang baru dan terbarukan,” kata Irvan.
Direktur Eksekutif Traction Energy Asia Tommy Pratama mengatakan transisi energi ke energi yang rendah karbon menjadi sangat penting karena krisis iklim sudah di depan mata. Namun, dalam melakukan peralihan tersebut, Indonesia harus bisa mengembangkan potensi sumber daya alam yang ada di dalam negeri. “Kami harus beralih,” ucap dia.
Menurut Tommy, dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa 2023 atau Conference of the Parties 28 (COP-28) yang menghasilkan komitmen net zero emission di sektor energi dan juga transportasi. Namun, kata dia, hasilnya agak mengecewakan karena belum mengikat atau tidak menjadi kewajian bagi masing-masing negara peserta untuk aktif dan agresif mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Memang mereka harus melaporkan upaya pengurangan emisi tapi sifatnya tidak mandatori atau sifatnya sukarela,” tutur Tommy.
Komitmen tersebut salah satunya bisa dilakukan dengan transisi menggunakan bahan bakar bioenergi atau biofuel dan biomassa. “Semua upaya atau komitmen ini walaupun bukan komitmen yang wajib dilakuka, tapi menjadi upaya untuk mengurasi gas rumah kaca di tingkat global,” kata Tommy.
Pilihan Editor: Anies Singgung Lahan Prabowo 340.000 Hektare, Menteri Hadi Tjahjanto: Itu Sah dan Berjangka Waktu