TEMPO.CO, Jakarta - Debat capres kedua yang digelar pada Minggu, 7 Januari 2024 lalu, meninggalkan kesan yang cukup panas bagi ketiga kandidat calon presiden, yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. Salah satunya adalah ketika Anies menyinggung tentang kepemilikan lahan Prabowo yang mencapai 340 ribu hektare.
“Di saat tentara kita lebih dari separuh tidak memiliki rumah dinas, menurut Pak Jokowi, ada menteri punya lebih dari 320 hektare tanah di republik ini,” kata Anies di awal debat pada Minggu malam.
Tak lama, Anies kemudian meralat angka yang dia sebutkan sebelumnya menjadi 340 ribu hektare. “Maaf Pak Prabowo angkanya terlalu kecil. Bukan 320 hektare, tapi 340 ribu hektare. Saya klarifikasi,” ucap calon presiden nomor urut satu itu.
Berdasarkan pernyataannya, Anies mengaku mengutip ulang yang pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengenai kepemilikan lahan Prabowo. Lantas, kapan sebenarnya Jokowi mengungkapkan hal tersebut?
Ucapan Lengkap Jokowi Tentang Lahan Prabowo
Kepemilikan lahan Prabowo seluas 340 ribu hektar pertama kali diungkap oleh Presiden Jokowi saat debat capres 2019 lalu. Saat itu, Jokowi yang bersaing dengan Prabowo saling adu gagasan tentang tema Energi, Pangan, Infrastruktur, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup.
Pada awalnya, Jokowi menjelaskan pencapaian yang dilakukannya selama menjadi Presiden Indonesia periode 2014-2019. Salah satunya adalah memberikan konsesi melalui perhutanan sosial kepada masyarakat adat hingga petani dan nelayan seluas 2,6 juta hektare.
Dia juga mengklaim bahwa pemerintah telah mendampingi masyarakat penerima konsesi untuk menggunakan lahan secara produktif. Bahkan, dalam dua tahun terakhir, yakni pada 2017 dan 2018, pemerintah telah membagikan 12 juta sertifikat tanah kepada masyarakat.
“Dalam dua tahun ini kita juga telah membagikan sertifikat. 2017 kita telah membagikan 5 juta sertifikat kepada rakyat di bawah. 2018 telah kita bagikan lebih dari 7 juta sertifikat,” kata Jokowi.
Adapun menurut Jokowi, tujuan pemberian sertifikat itu adalah agar masyarakat memiliki hak hukum yang jelas atas tanah yang mereka miliki. Pada akhirnya, sertifikat tanah itu diharapkan bisa dijadikan jaminan atau agunan untuk mengakses modal ke perbankan.
“Inilah pentingnya redistribusi aset reforma agraria yang ini akan terus kita kerjakan,” ujarnya.