TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan vonis bebas terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti (Haris - Fatia) dalam kasus Lord Luhut bisa menjadi sentimen positif bagi iklim investasi di Indonesia. Sebab, putusan tersebut menunjukkan adanya keputusan hukum, ruang demokrasi, dan kebebasan sipil.
Menurut Bhima, hal tersebut termasuk beberapa indikator penting dalam daya saing suatu negara. "Biasanya, investor yang berkualitas akan melakukan asesmen, bagaimana hukum bekerja, bagaimana sikap pemerintah terhadap demokrasi dan kebebasan warga negara menyampaikan pendapat," kata Bhima kepada Tempo, Senin, 8 Januari 2024.
Sebagai contoh, lanjut Bhima, ketika Indonesia mau bernegosiasi masuk ke sistem perdagangan bebas dengan Amerika Serikat. Saat itu pula banyak yang menyoroti masalah kebebasan berpedapat di ruang demokrasi sebagai syarat etis menjadi bagian dari rantai pasok perusahaan yang ada di AS.
"Begitu juga dengan investor asal Uni Eropa punya pertimbangan standarisasi soal isu-isu HAM (hak asasi manusia)," kata Bhima.
Ia pun berharap vonis bebas Haris - Fatia ini menjadi momentum perbaikan penegakan hukum di berbagai bidang. "Sehingga trust investor terhadap indonesia khususnya dari negara maju bisa lebih baik lagi."
Luhut Hormati Putusan Pengadilan
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis bebas Haris dan Fatia dalam sidang hari ini, Senin, 8 Januari 2024. Sebelumnya, kedua aktivis HAM itu memang dilaporkan Luhut atas kasus dugaan pencemaran nama baik. Jaksa penuntut umum lantas menuntut Haris penjara 4 tahun dan Fatia 3 tahun 6 bulan.
Akan tetapi, dalam putusannya hari ini, Majelis Hakim berpendapat bahwa kedua terdakwa tidak terbukti bersalah. "Sesuai pasal maka terdakwa dinyatakan bebas dari segala dakwaan. Terdakwa rehabilitasi memulihkan hak kedudukan harkat dan martabatnya," bunyi putusan yang diberikan majelis hakim.
Selanjutnya: Luhut sebelumnya melaporkan...