TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyoroti gagasan calon wakil presiden atau cawapres nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka soal hilirisasi.
"Sepertinya konsep hilirisasi Gibran ini belum dikaji secara matang," kata Bhima ketika dihubungi, Selasa, 26 Desember 2023. "Contohnya soal hilirisasi nikel dan tembaga, berapa banyak hutan dan pesisir yang harus dikorbankan demi memenuhi pasokan bijih nikel dan tembaga ke smelter?"
Menurut Bhima, hilirisasi nikel saja banyak mendapatkan sorotan karena pasokan nikel saprolit hanya tersisa 7 sampai 15 tahun lagi. Kalau di eksploitasi besar-besaran, kata dia, maka hilirisasi merupakan model ekonomi yang tidak berkelanjutan.
"Padahal Gibran juga membicarakan soal ekonomi hijau," ucap Direktur Celios ini.
Dia melanjutkan, masalah lainnya adalah ambisi membangun bioetanol dan bioavtur yang kontradiktif. Menurut Bhima, perlu dibahas secara matang soal titik temu antara kebutuhan gula domestik dengan energi bioetanol.
Bhima menuturkan, produksi gula masih jauh dari swasembada. Sementara impor gula lebih dari 4,3 juta ton per Oktober 2023.
Artinya, kata dia, pemenuhan kebutuhan gula saja masih sangat jauh. "Ini khawatirnya akan memicu kasus yang sama dengan minyak goreng di 2022, ada perebutan pangan dan energi untuk B35," ujar Bhima.
Walhasil, dia menyebut kebutuhan pangan dikalahkan. Terutama karena harga jual hasil perkebunan sebagai bahan baku bioenergi lebih menarik dibandingkan memasok untuk kebutuhan pangan.
Bhima pun mewanti-wanti soal transisi bioetanol yang dilakukan tanpa persiapan dan perencanaan matang bisa memicu deforestasi. Sebab, masifnya pembukaan lahan.
"Jadi targetnya terlalu ambisius, kurang realistis," tutur Bhima.
Sebelumnya, Gibran Rakabuming menawarkan gagasan soal hilirisasi jika dia dan Prabowo Subianto terpilih di Pilpres 2024. Gibran menuturkan, pihaknya akan melanjutkan hilirisasi.
"Bukan hanya hilirisasi tambang, tetapi juga hilirisasi pertanian, hilirisasi perikanan, hilirisasi digital, dan lain-lain," kata Gibran dalam Debat Cawapres pada Jumat malam, 22 Desember lalu di JCC, Senayan, Jakarta Pusat.
Gibran menuturkan, Indonesia tidak boleh lagi mengirim bahan baku mentah ke luar negeri. Dengan program hilirisasi pertambangan, akan ada peningkatan nilai tambah yang cukup signifikan.
Dia pun mencontohkan komoditas nikel. Sebelum ada hilirisasi nikel, ekspor Indonesia hanya US$ 3 miliar. Namun setelah hilirisasi, ekspornya meningkat menjadi US$ 33 miliar.
"Ini saya baru bicara masalah nikel, loh, Pak, belum bicara masalah tembaga, bauksit, timah, dan lain-lain. Konkret, jelas, singkat, padat," ucap Gibran.
Selain itu, Gibran juga menyinggung soal hilirisasi digital dalam rangka menuju Indonesia Emas. Menurut dia, future challenge atau tantangan masa depan harus diubah dengan future opportunity atau kesempatan masa depan.
Caranya dengan menyiapkan talenta masa depan yang dilengkapi skill masa depan. Oleh sebab itu, pihaknya akan menggenjot hilirisasi digital.
"Kami akan siapkan anak-anak muda yang ahli AI, anak-anak muda yang ahli blockchain, anak-anak muda yang ahli robotik, anak-anak muda yang ahli perbankan syariah, anak-anak muda yang ahli kripto," kata Wali Kota Solo ini.
Gibran juga menyampaikan soal hilirisasi pertanian. Lewat hilirisasi pertanian, dia yakin Indonesia dapat menjadi raja energi hijau dunia.
"Saya juga berkeyakinan suatu saat nanti Indonesia akan menjadi raja energi hijau dunia dengan terus mengembangkan biodisel, bioavtur dari sawit, bioetanol dari tebu, sekaligus kemandirian gula," ujar Gibran.
AMELIA RAHIMA | ANTARA
Pilihan Editor: Erick Thohir Ungkit Lagi soal SGIE: Alhamdulillah RI Naik Satu Peringkat Menggeser UEA