TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, kembali merespons soal analogi 'berburu di kebun binatang' yang disebut Gibran Rakabuming Raka dalam debat cawapres pada Jumat, 22 Desember 2023 lalu.
Gibran, cawapres nomor urut dua, menggunakan istilah tersebut untuk menjelaskan strategi dalam meningkat rasio pajak. Gibran mengatakan pihaknya tidak ingin berburu di dalam kebun binatang, melainkan ingin memperluas kebun binatang nya.
Oleh sebab itu, Gibran menyebutkan pemerintah perlu 'menggemukan binatang itu' dengan cara membuka dunia usaha baru.
Yustinus menilai istilah itu biasa digunakan di dunia pajak. "Saya bicara netral dan objektif dalam kapasitas sebagai orang yang kebetulan pernah belajar pajak," kata Prastowo dalam akun X pribadinya @prastow , pada Sabtu malam, 23 Desember 2023.
Ia pun membandingkan Gibran dengan mantan Menteri Keuangan Prancis era Louis XIV, Jean Baptiste Colbert. Ia merujuk hasil riset Charles Adam dalam buku Fight Flight Fraud: the Story of Taxation dan Beyond Good and Evil.
Berdasarkan buku tersebut, Prastowo menuturkan Colbert pernah menggunakan analogi yang serupa. Sejarawan pajak itu, kata dia, pernah menyebut bahwa memungut pajak ibarat mencabuti bulu angsa sebanyak mungkin tanpa si angsa merasa kesakitan.
Prastowo pun menggarisbawahi, istilah tersebut justru banyak dipakai oleh kalangan pelaku usaha, bukan petugas pajak. Ia menilai metafor 'berburu di kebun binatang' adalah kritik atau gugatan wajib pajak ke otoritas pajak. Sehingga jika pemerintah atau otoritas menggunakan ini, menurutnya, merupakan hal yang ingin dihindari atau diselesaikan.
Selain itu, Prastowo juga merujuk pada Kitab ke-12 Mahabharata yakni Santi Parva. Dalam kitab itu, tuturnya, dianalogikan bahwa memungut pajak itu laksana seekor kumbang menghisap madu dari setangkai kembang. Artinya, tanpa kesakitan, justru terjadi penyerbukan. Metafor lebah dan angsa dari perspektif otoritas pajak, menurutnya, menunjukkan keinginan membangun sistem dan administrasi pemungutan yang baik dan adil.
Menurut Prastowo, istilah tersebut juga pernah digunakan oleh capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo. "Pak Ganjar pernah menggunakan ilustrasi berburu di kebun binatang. Mas Gibran juga menggunakan. Rasanya sah dan bagus saja," kata dia.
Lebih jauh, Prastowo menilai hal itu menunjukkan kesadaran pentingnya memungut pajak secara adil. Colbert di era Louis XIV memakai metafor angsa, sedangkan Kitab Mahabharata menggunakan lebah.
"Pak Darmin, waktu Dirjen Pajak juga sering memakai metafor angsa bertelur emas," kata Yustinus. Menurutnya, tak ada maksud merendahkan dalam penggunaan metafor itu kecuali ingin menuntun pada pemahaman yang lebih baik.Hal ini menjawab pertanyaan sejumlah warganet yang menilai pernyataan Gibran telah merendahkan karena menggunakan diksi 'binatang' sebagai kata ganti wajib pajak.
Pilihan Editor: Gibran Janji Lanjutkan Program Kerja Jokowi: Akan Sempurnakan yang Ada