TEMPO.CO, Jakarta - PT Eco Solutions Lombok atau PT ESL melakukan groundbreaking di Hutan Lindung Sekaroh yang akan menjadi ekowisata terbesar di NTB, pada Selasa, 28 November 2023 kemarin,. Bahkan, kawasan tersebut akan menjadi ekowisata terbesar di ASEAN.
“Ini akan menjadi ekowisata terbesar di NTB. Di sana, juga terdapat pariwisata kesehatan, warisan kebudayaan, pendidikan, dan pariwisata laut. Mungkin menjadi ekowisata terbesar di Indonesia bahkan ASEAN,” ujar Direktur Utama PT ESL, John Higson.
Acara groundbreaking tersebut dihadiri Duta Besar Swedia untuk Indonesia, Daniel Blockert bersama istri, Sara Maria Norling. Selain itu, hadir pula Pj Gubernur NTB Lalu Gota Ariadji, Pj Bupati Lombok Timur M. Juaini Taofik, Konsultan Kedutaan Inggris di Jakarta Andy Citawarman, CEO PT Our Ecolution Matthew Schneider, Wakil Direktur PT Sumbawa Forest Peter Barkhamar, dan jajaran Forkopimda dari Dinas Provinsi NTB serta Kabupaten/Kota Lombok Timur.
Peletakan batu pertama menjadi tanda pembangunan terpadu berkelanjutan dengan skala besar di Tanjung Ringgit. Lalu, perkembangan tahap pertama untuk 3-4 tahun ke depan akan dibangun proyek Friends Village. Pembangunan ini akan mengembangkan 100 vila ramah lingkungan menggunakan bahan rendah karbon dari para investor. Hal ini bertujuan sebagai solusi berkelanjutan sesuai komitmen net zero NTB 2050 dan MoU pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim pada Agustus 2023. Selain ramah lingkungan, proyek ini dalam 12 tahun ke depan juga akan menyerap ribuan tenaga kerja.
Groundbreaking ekowisata ini kembali dilakukan usai mengalami penundaan karena terjadi okupasi ilegal pada areal izin PT ESL. Selain itu, sebelumnya diberikan 29 sertifikat ilegal areal izin ESL dalam Mahkamah Agung, tetapi sudah dibatalkan BPN pada Desember 2022.
Melihat kerusakan lingkungan kawasan Tanjung Ringgit yang sangat parah terkait penebangan liar, PT ESL terpaksa mereboisasi lahan seluas 120 hektare dengan lebih dari 30.000 pohon. Menjalin kerja sama dengan UNRAM, masyarakat lokal, dan KPH, kini, PT ESL dapat memulai pembangunan di atas hutan yang sudah direhabilitasi. Proses ini semua juga berhasil dijalankan karena kerja sama dari pejabat publik di NTB.
Nantinya, melalui kerja sama dengan Konsorsium Iklim dan Lingkungan Hidup NTB, PT ESL mengerjakan beberapa perusahaan inovatif pemasok bahan bangunan rendah karbon berkelanjutan. Adapun, beberapa perusahaan tersebut, antara lain Block Solutions, Our Ecolution, SIPOD, dan Plana.
Selain bekerja sama dengan masyarakat lokal, PT ESL juga bekerja sama dengan Ecobarge, perusahaan asal Swedia yang akan menciptakan eco-marina terapung pertama di Indonesia. Tidak hanya hubungan kerja sama dengan berbagai pihak, hal terpenting ekowisata ini adalah keanekaragaman hayati. PT ESL bersama berbagai pihak berupaya memasukkan spesies dan varietas tumbuhan serta hewan lokal, seperti rusa, burung beo, trenggiling, dan landak.
PT ESL mempunyai dua ahli ternama yang bekerja dengan Gede dan Tikno untuk mewujudkan ekowisata ini, termasuk pemulihan Pantai Pink dan penghijauan Hutan Sekaroh. Kawasan ini juga akan menjadi pusat ekowisata dan kesehatan terbesar di Asia Tenggara. Bahkan, kawasan ini juga akan menonjolkan warisan budaya dengan merenovasi puing Perang Dunia II dan membangun museum di Tanjung Ringgit. Tidak hanya itu, kawasan ini juga menghadirkan ecosports.
Menurut Blockert, ekowisata yang memiliki 20 perusahaan investasi ini menjadi angin segar dan sangat dibutuhkan di Indonesia. Kehadiran ekowisata ini akan berdampak pada keberlanjutan lingkungan, ekonomi, dan sosial masyarakat.
Menurut Lalu Gita, groundbreaking PT ESL menjadi buah manis atas perjuangan membangun ekowisata di Hutan Sekaroh. Ia juga tidak pernah meragukan kesungguhan PT ESL membangun ekowisata di Hutan Sekaroh. John selaku Direktur PT ESL telah membuktikan kesungguhan menginisiasi ekowisata sampai bisa dilakukannya peletakan batu pertama itu.
Pilihan Editor: Ekowisara Bale Mangrive Terapkan Deposit Refund Agar Kawasan Bersih Sampah