TEMPO.CO, Jakarta - Penipuan mengatasnamakan Bea Cukai masih marak terjadi hingga saat ini. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Nirwala Dwi Heryanto, mengatakan per September 2023, pihaknya telah menerima 3.592 laporan penipuan yang mengatasnamakan Bea Cukai.
“(Laporan penipuan) tahun ini turun (dari tahun sebelumnya), tapi masih banyak, dan ini ada lima macam modus,” ujar Nirwala ketika melakukan kunjungan ke Gedung Tempo, di Jalan Palmerah Barat, Jakarta Selatan, Selasa, 28 November 2023. Adapun pada 2021, Bea Cukai menerima laporan penipuan sebanyak 2.491, sementara pada 2022 melonjak menjadi 7.501 laporan.
Meski begitu, Nirwala menyebut bahwa peningkatan jumlah penipuan pada tahun 2022 bukan semata-mata tren penipuan naik. Tapi, kata dia, masyarakat sudah mengetahui saluran untuk melapor soal penipuan ini. “Jadi ini juga menandakan bahwa awareness masyarakat meningkat,” tuturnya.
Di sisi lain, Nirwala mengatakan tidak hanya korban yang dirugikan, tapi juga pihak Bea Cukai meski hal ini tidak terdampak langsung pada citra lembaga. “Di survei tahun 2022 lalu kita nilai efektivitas kampanye penipuannya 8,64 dari skala 10. Di situ dijelaskan juga penipuan tidak berpengaruh langsung pada reputasi Bea Cukai,” kata dia.
Terkait banyaknya penipuan ini, ia mengatakan pihaknya telah membuat dan menerbitkan ‘Buku Saku Kawasan Migran’ bagi para Pekerja Migran Indonesia (PMI). “Kita juga melakukan kelas orientasi. Jadi para PMI yang mau ke luar negeri kita berikan edukasi dulu,” ucapnya.
Lebih lanjut, Nirwala juga membeberkan lima macam modus dalam penipuan mengatasnamakan Bea Cukai, mulai dari modus diplomatik, pengiriman barang dari luar negeri berkedok romansa, money laundring, lelang palsu, hingga penipuan berkedok online shop. “Shopping online, jelas itu yang paling banyak (korbannya). Yang paling sering tertipu itu melalui instagram maupun facebook,” tuturnya.
Sebagai tambahan, melansir dari laman resmi Bea Cukai, pihaknya menyebut salah satu penipuan yang kini sedang marak adalah modus biaya pendaftaran IMEI atas handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT).
“Tidak ada biaya pendaftaran IMEI. Ini sesuai ketentuan dalam Perdirjen Nomor 13/BC/2021 jo PER-7/BC/2023, tetapi ada kewajiban kepabeanan untuk impor HKT berupa pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI) yang harus dipenuhi," tulis Bea Cukai dikutip Selasa, 28 November 2023.
Untuk mencegah terjadinya penipuan, Bea Cukai mengatakan untuk memahami beberapa ciri-ciri penipuan yang mengatasnamakan Bea Cukai, seperti harga barang tidak wajar, dihubungi dengan nomor handphone pribadi, penawaran lelang dari situs tidak resmi, permintaan transfer ke rekening atas nama pribadi, dan sering kali disertai ancaman.
Apabila mengetahui hal yang terindikasi penipuan, segera lakukan konfirmasi dan melaporkannya melalui contact center Bea Cukai di 1500225.
Pilihan Editor: Bea Cukai Tanjungpinang Gelar Pemusnahan 1,5 Kilogram Sabu