Gerakan boikot tersebut tetap berlaku hingga tahun 1979. Selama era apartheid di Afrika Selatan, beberapa negara dan organisasi internasional ikut serta dalam boikot yang meluas terhadap negara tersebut, termasuk boikot akademis yang menolak berinteraksi dengan para sarjana Afrika Selatan atau mempublikasikan materi mereka, di antara tindakan lainnya.
Kemunculan gerakan boikot terhadap produk hingga komunitas di dunia
Boikot pernah digunakan selama gerakan hak-hak sipil Amerika pada tahun 1950an dan 60an sebagai alat sosial dan politik. Toko-toko dan bisnis yang mendiskriminasi orang kulit hitam diboikot dengan harapan bahwa penurunan pendapatan akan mempengaruhi perusahaan untuk mengubah kebijakannya.
Taktik ini juga digunakan untuk mengungkapkan ketidaksenangan terhadap kebijakan perusahaan, seperti boikot yang dilakukan konsumen Amerika terhadap produk Nike, Inc. pada akhir abad ke-20 atas dugaan penggunaan pabrik keringat dan pekerja anak di luar negeri oleh Nike. Di era digital, boikot perusahaan sering kali dilakukan di seluruh dunia melalui media sosial.
Para penyelenggara membentuk kelompok boikot di situs-situs seperti Facebook atau menggunakan situs-situs Web untuk mempublikasikan daftar perusahaan-perusahaan yang gagal mematuhi nilai-nilai mereka, seperti aktivis hak-hak binatang yang mempelopori boikot terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan pengujian hewan dan kelompok-kelompok hak asasi gay yang melancarkan boikot terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan hubungan dengan politisi dan tindakan politik yang berdampak negatif terhadap komunitas gay.
Bahkan, boikot pernah dilakukan oleh suatu negara atau sekelompok negara, atau oleh organisasi internasional untuk mempengaruhi atau memprotes kebijakan atau tindakan negara lain. Amerika Serikat, misalnya, menyerukan boikot terhadap Olimpiade musim panas tahun 1980 di Moskow sebagai protes atas invasi Soviet ke Afghanistan pada tahun sebelumnya. Hal tersebut menjadi contoh boikot yang diserukan oleh sebuah organisasi internasional.
Dukungan internasional terhadap boikot tersebut bervariasi. Inggris Raya dan Australia merupakan sekutu terkuat yang bergabung dengan Amerika Serikat dalam menyerukan boikot, meskipun pada akhirnya kedua negara tersebut akhirnya mengirimkan atletnya ke pertandingan tersebut.
Dalam usaha membangun dukungan bagi boikot di Afrika, Carter mengirim petinju Amerika Mohammad Ali dalam tur persahabatan ke seluruh benua untuk membujuk pemerintah Afrika agar bergabung. Namun, perjalanan tersebut menjadi bumerang ketika Ali sendiri dibujuk untuk tidak mendukung boikot tersebut selama pertemuannya.
Dikutip dari laman US Department of State, sekutu terdekat AS yang bergabung dalam gerakan menentang Olimpiade Moskow adalah Kanada, Jerman Barat, dan Israel. Sebagian besar negara Islam juga ikut memboikot, meski Afghanistan sendiri mengirimkan sebelas atlet untuk bertanding.
Negara lain yang menolak mengirim tim ke Moskow termasuk Chile, Haiti, Honduras, Paraguay, Korea Selatan, dan Republik Rakyat Tiongkok. Beberapa negara yang tidak menghadiri Olimpiade di Moskow melakukannya karena alasan selain boikot, seperti kendala keuangan.
BRITANNICA | US DEPARTMENT OF STATE
Pilihan editor: Gus Yahya Soal Boikot Produk Israel: Penting tapi Tidak Cukup