TEMPO.CO, Jakarta - Dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) resmi diluncurkan hari ini, Selasa, 21 November 2023. Adapun dokumen CIPP merupakan basis implementasi kemitraan Just Energy Transition Partnership (JETP).
Ihwal kemitraan ini, banyak pihak yang mengkhawatirkan pendanaan JETP bisa menjadi jebakan utang bagi Indonesia. Namun, Erick Thohir selaku Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Ad Interim, mematahkan tanggapan tersebut.
Menurutnya, skema investasi JETP akan fokus pada urusan produktif, yakni membuat penggunaan energi di Indonesia menjadi keberlanjutan. Ia kemudian menganalogikan skema JETP dengan sistem kredit sepeda motor yang dapat digunakan untuk sesuatu yang bersifat produktif ataupun koruptif.
“Begini, kalau kita semua beli motor, pake kredit, motornya dipake jalan-jalan nonton film, sama motornya dipake untuk ojek, gimana? Artinya kan ada utang yang tidak produktif dan dikoruptif, nah itu yang kita sikat,” ujar Erick ketika ditemui usai peluncuran CIPP di Kementerian ESDM, Jakarta.
Menteri BUMN ini juga mengatakan suatu pendanaan meski bentuknya utang, apabila digunakan untuk kegiatan produktif maka merupakan hal yang biasa saja. Hal ini sebagaimana dilakukan oleh sejumlah pihak, seperti kalangan pengusaha.
“Kalo utang produktif itu biasa, pengusaha aja utangnya 70 persen, equity-nya 30 persen. Jadi utang yang dikorupsi dan pemborosan itu yang kita sikat. Tapi kalau utang produktif, itu biasa, gitu,” tuturnya.
Adapun komitmen pendanaan JETP pada awalnya bernilai US$ 20 miliar, namun kini dengan berbagai penambahan telah menjadi US$ 21,6 miliar. Rinciannya adalah US$ 11,6 miliar bersumber dari dana publik negara-negara International Partners Group (IPG), sedangkan US$ 10 miliar akan berasal dari bank-bank internasional yang bergabung dalam Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) working group.
Melansir laman resmi Kementerian ESDM, skema JETP dioptimalkan sebagai salah satu jembatan Indonesia dalam mendorong transisi energi sesuai dengan komitmen yang sudah tertuang dalam target Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) dan upaya Indonesia mencapai net zero emission pada 2060 atau lebih cepat.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sebelumnya mengkritik pendanaan iklim yang diberikan ke negara berkembang masih dalam bentuk utang. Padahal pendanaan iklim bagi negara berkembang melaksanakan transisi energi itu seharusnya sifatnya membangun, tidak hanya membebani sebagai utang.
“Sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim masih business as usual, masih seperti commercial banks. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun negara-negara berkembang,” kata Jokowi saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Standford, San Francisco, AS, Rabu, 15 November 2023, seperti dikutip dalam keterangan tertulis Biro Pers Sekretariat Presiden di Jakarta, Kamis.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi menyampaikan kolaborasi sangat penting dan langkah strategis konkret sangat dibutuhkan dalam menghadapi dampak perubahan iklim yang makin mengancam saat ini. "Tanpa itu, tidak mungkin kita menjamin keberlanjutan dan satu-satunya bumi yang kita cintai,” tuturnya.
Pilihan Editor: Kala Jokowi Curhat Pendanaan Iklim untuk Negara Berkembang Berbentuk Utang: Hanya Akan Tambah Beban..