TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menolak skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET) yang kembali diusulkan pemerintah. Adapun skema power wheeling merupakan mekanisme yang membolehkan perusahaan swasta Independent Power Producers (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual setrum kepada pelanggan rumah tangga dan industri.
"Power wheeling, kalau dimaknai sekadar distribusi transmisi listrik, oke-oke saja," kata Mulyanto dalam rapat kerja Komisi VII bersama perwakilan pemerintah di Komplek Parlemen Senayan, Senin, 20 November 2023. "Tapi yang jadi masalah, ketika kita serahkan transmisi yang dikuasai dan diberikan kepada PLN sebagai pengendali, kita buka, swasta masuk di luar kendali."
Mulyanto pun menyebut skema tersebut menjadi masalah. Apalagi, kata dia, dalam konstitusi termasuk UU Ketenagalistrikan dan Keputusan MK, ditegaskan bahwa sistem ketenagalistrikan di Indonesia terintegrasi. "Negara menguasai sektor kelistrikan karena ini industri strategis dan penting. Negara direpresentasikan dengan PLN," kata Mulyanto.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyatakan setuju dengan langkah optimalisasi transisi dan pembangunan transmisi yang lebih banyak. Namun, kata dia, prinsip single buyer masih berlaku. Pemerintah tidak boleh melepas prinsip itu, dengan menerapkan skema power wheeling.
"Semua harus dikendalikan, dikuasai negara," kata Mulyanto. "Kalau diliberalisasi, di luar kontrol, kami tidak setuju dan keberatan."
Isu power wheeling memang menjadi pro-kontra dalam RUU EBET. Pemerintah sempat menghapus isu tersebut awal tahun ini. Namun belakangan, pemerintah kembali mengusulkan skema power wheeling dalam RUU EBET.
Skema power wheeling bakal tercantum dalam Pasal 29A dan 47A