TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia atau BI merilis hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR). BI mengungkapkan hasilnya mengindikasikan bahwa perkembangan harga properti residensial di pasar primer secara tahunan meningkat pada triwulan III 2023.
Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) triwulan III 2023 tumbuh sebesar 1,96 persen secara tahunan atau year on year (yoy). "Lebih tinggi dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 1,92% (yoy)," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono dalam keterangan tertulis pada Kamis, 16 November 2023.
Dari sisi penjualan tercatat menurun. Hasil survei mengindikasikan penjualan properti residensial di pasar primer pada triwulan III 2023 belum pulih. Penjualan properti residensial masih terkontraksi sebesar 6,59 persen (yoy) pada triwulan III 2023 meski membaik dari kontraksi 12,30 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Kondisi penjualan pada triwulan III 2023 yang masih lemah tersebut terjadi pada seluruh tipe rumah yang terkontraksi, baik tipe kecil yakni 9,52 persen, yoy. Serta tipe menengah turun 13,90 persen (yoy), maupun tipe besar 0,20 persen (mtm).
Adapun survei ini merupakan survei triwulanan yang dilakukan terhadap sampel pengembang proyek perumahan atau developer di sejumlah kota. Antara lain Jabodebek dan Banten, Bandung, Surabaya, Semarang, Yogyakarta, Manado, Makasar, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin, Bandar Lampung, Palembang, Padang, Medan, Batam dan Balikpapan.
Pengumpulan data dilakukan secara langsung atau face to face, mencakup data harga jual rumah, jumlah unit rumah yang dibangun dan dijual pada triwulan berjalan. Serta perkiraan harga jual rumah pada triwulan berikutnya.
Berdasarkan informasi dari responden, terdapat sejumlah faktor yang menghambat penjualan properti residensial primer. Antara lain masalah perizinan atau birokrasi sebesar, suku bunga KPR, proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR, dan perpajakan.
Erwin mengungkapkan hasil survei juga menunjukkan bahwa modal utama pembangunan properti residensial oleh pengembang berasal dari sumber pembiayaan nonperbankan, yakni dana internal dengan pangsa 73,46 persen.
Sementara itu, alternatif pembiayaan lain yang menjadi preferensi pengembang untuk pembangunan rumah primer bersumber dari pinjaman perbankan dan pembayaran dari konsumen, dengan pangsa masing-masing 16,01% dan 7,04 persen dari total modal. Berdasarkan komposisi dana internal, porsi pendanaan terbesar berasal dari laba ditahan 36,54 persen diikuti modal disetor 55,59 persen.
Dari sisi konsumen, skema pembiayaan utama dalam pembelian rumah primer adalah KPR, dengan pangsa 75,50 persen dari total pembiayaan. Diikuti oleh tunai bertahap 17,77 persen dan secara tunai 6,73 persen.
Pilihan Editor: Rupiah Ditutup Menguat ke Level Rp 15.694 per Dolar AS