TEMPO.CO, Jakarta - Bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ganjar Pranowo, menyoroti berbagai permasalahan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Hal tersebut disampaikan Ganjar saat menghadiri acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia pada Rabu, 8 November 2023 di Jakarta Selatan.
Salah satu hal yang dikritik oleh Ganjar adalah tentang poros maritim, program Presiden Jokowi, yang dinilai seolah-olah jalan di tempat selama hampir 10 tahun belakangan ini. Selain itu, hilirisasi dan pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga tak luput dari pandangannya.
Lantas, seperti apa kritik yang diberikan Ganjar terhadap pemerintahan Jokowi?
Program Hilirisasi
Salah satu hal yang dikritik oleh Ganjar Pranowo adalah tentang hilirisasi yang seolah-olah hanya tentang nikel. Dia pun menawarkan hilirisasi di berbagai sektor lain, seperti pertanian dan perkebunan.
“Kalau bicara hilirisasi sekarang seolah-olah nikel. Saya kira pemahamannya belum tuntas,” kata Ganjar dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta Selatan pada Rabu, 8 November 2023.
Ganjar juga mempertanyakan mengapa hilirisasi tersebut tidak dijalankan di bidang-bidang lain. contohnya kelautan, pertanian, perkebunan, hingga digital infrastruktur.
“Kenapa tidak hilirisasi sektor kelautan? Sektor keunggulan kita pertanian dan perkebunan, sawit misal mengapa tidak dihilirisasi? Kita sudah punya kebun, pabrik kelapa sawit, dijual selesai. Kok tidak ada bicara kosmetik dan farmasi dari situ? Yang dua ini tingginya minta ampun. Kenapa tidak ada? Potensi hilirisasi digital infrastruktur ada, fasilitas diberikan, pengguna ekonomi kreatif butuh creative hub yang lebih banyak,” ujar Ganjar.
Pemerintah, kata Ganjar, dapat memberikan pendanaan di sektor digital infrastruktur. Dengan begitu, dia optimis bahwa ekonomi kreatif akan tumbuh. Mulai dari pengarang lagu, desainer, koki, ahli modifikasi motor atau mobil, hingga game developer akan terbantu.
Menurut mantan Gubernur Jawa Tengah ini, potensi sektor digital infrastruktur sangat jelas. Para pelaku, kata Ganjar, ingin meningkatkan kapasitas usaha sehingga membutuhkan modal. Namun, modal tersebut sulit didapatkan karena usaha terlalu kecil.
Pada kesempatan itu, Ganjar juga menyoroti sektor kelautan Indonesia yang jumlah tangkapan ikannya jauh berbeda jika dibandingkan dengan Vietnam. Ganjar pun bercerita ketika dirinya pergi ke Lampung beberapa waktu lalu dan mendapat protes dari warga tentang perizinan kapal yang sulit didapatkan.
Ganjar mengatakan, seharusnya Gubernur dapat menjadi semacam supervisor daerah untuk menjembatani rakyat dengan pemerintah pusat. Dengan begitu, problem daerah dapat diselesaikan atau setidaknya diteruskan ke pemerintah pusat.
“Pengalaman saya dampingi cantrang, penangkapan ikan terukur, dan sebagainya kita harus mau repot untuk ngurus,” ucap Ganjar. “Enggak usah ngamuk, demo, mesti ada leadership yang dorong.”
Di samping itu, Ganjar juga melihat bahwa produk turunan dari laut harus disiapkan agar dapat sampai ke industri. Oleh karena itu, salah satu fasilitas yang dapat diberikan pemerintah adalah melalui BBM subsidi seperti yang sebelumnya pernah ada, yakni solar package untuk nelayan.
“Fasilitas agar ini bisa tumbuh, kalau tumbuh, gedenya minta ampun,” kata Ganjar.
Selanjutnya: Kritik Ganjar ke Jokowi soal BUMN Karya yang Bangkrut...