Namun, setelah berbagai bukti dilampirkan dan sidang pembuktian dilakukan, Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan untuk menolak seluruh gugatan kubu Prabowo-Hatta. Putusan tersebut pun dibacakan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva dalam sidang yang berlangsung pada Kamis, 21 Agustus 2014.
Mahkamah menilai dalil tim Prabowo Subianto-Hatta Rajasa terkait dengan sejumlah permasalahan, seperti di DKI Jakarta, tak terbukti dan tak beralasan secara hukum. Selain itu, Hakim Konstitusi, Aswanto, juga menyebutkan bahwa pemohon tidak memiliki cukup bukti yang meyakinkan bahwa daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) direkayasa KPU untuk memenangkan kubu Joko Widodo-Jusuf Kalla.
“Pemilih dalam DPKTb tak ketahuan milih yang mana, belum tentu hanya menguntungkan pihak terkait,” ujar Aswanto, Kamis, 21 Agustus 2014.
Adapun terkait tuduhan tak dilaksanakannya rekomendasi Bawaslu di sekitar 5.000 tempat pemungutan suara, menurut Aswanto, tak terdapat lampiran TPS mana saja yang direkomendasikan untuk dilakukan pencermatan. “Berdasarkan dokumen bukti, tak ada keberatan saksi di tingkat kabupaten/kota,” katanya.
Dengan ditolaknya gugatan Pemilu Prabowo-Hatta, maka Jokowi-Jusuf Kalla menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia periode 2014-2019 berdasarkan hasil perhitungan suara KPU. Berdasarkan catatan Tempo, pada Pilpres 2014 Jokowi-JK meraup 70.997.883 suara atau 53,15 persen, sedangkan Prabowo-Hatta hanya memperoleh 62.576.444 suara atau 46,85 persen.
Sepuluh tahun berlalu, kini Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa kembali bergandeng tangan menuju Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024. Bedanya, saat ini Hatta Rajasa menjadi anggota Dewan Penasihat untuk Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran.
RADEN PUTRI | TIM TEMPO
Pilihan editor: Bicarakan Tol Trans Sumatera, Hatta Rajasa Ungkit Proyek Jembatan Selat Sunda