TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economi and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan insentif yang diberikan pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2023 masih belum cukup. Karena, kata Bhima, hanya menargetkan orang miskin yang angkanya 17 persen dari total konsumsi nasional.
“Yang perlu digerakkan kelas menengah dan atas buat belanja. Diperlukan relaksasi pajak khususnya penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 9 persen,” ujar Bhima saat dihubungi pada Senin, 6 November 2023.
Menurut dia, itu merupakan masalah utama selain pemilihan umum (pemilu) dan tekanan harga pangan, juga naiknya suku bunga. Sehingga, insentif yang sebaiknya dilakukan dan berdampak langsung ke masyarakat adalah relaksasi pajak.
Selain itu bagi sektor manufaktur diperlukan berbagai jenis diskon termasuk diskon tarif listrik di beban puncak hingga 40 persen, kemudian penurunan suku bunga khusus industri kecil. Belanja pemerintah juga perlu dipercepat realisasinya terutama belanja yang berkaitan dengan bantuan sosial dan belanja transfer daerah dana desa.
“Betul (bansos dan BLT kurang mendongkrak pertumbuhan ekonomi),” tutur Bhima.
Adapun Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah telah menyiapkan paket kebijakan untuk melindungi daya beli dan menjaga stabilisasi ekonomi agar pertumbuhannya dapat kembali ke angka 5 persen pada kuartal IV 2023. Pemerintah, kata dia, menyiapkan sejumlah jurus berupa paket kebijakan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tersebut.
Pertama, bantuan langsung tunai atau BLT untuk 18,8 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebesar Rp 200 ribu per bulan untuk November dan Desember 2023. Kedua, tambahan bantuan 10 kilogram beras kepada 21,3 juta KPM untuk Desember 2023. Ketiga, pemberian PPN DTP (pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah) rumah harga di bawah Rp 5 miliar.
Keempat, insentif perumahan berupa bantuan untuk masyarakat berpendapatan rendah (MBR) yakni tanggungan biaya administrasi pemerintah Rp 4 juta per rumah sederhana, serta tambahan program rumah sejahtera terpadu untuk perbaikan rumah masyarakat miskin ini sebesar Rp 20 juta.
Dengan paket kebijakan tersebut, Sri Mulyani yakin bakal ada dorongan positif terhadap perekonomian nasional. "Kalau kuartal IV baseline-nya 5,06 persen outlook proyeksi kita, dengan banyaknya ketidakpastian itu bisa melemah ke 4,81 persen," ujar Sri Mulyani di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, pada Senin, 6 November 2023.
Bendahara negara mengklaim, dengan adanya paket kebijakan yang bisa berjalan di kuartal III, pemerintah berharap bisa menambah dukungan terhadap ekonomi sebesar 0,2 persen. "Sehingga kita harapkan di kuartal IV pertumbuhan ekonomi bisa tetap dijaga di 5,01 persen," tutur dia.
Bila proyeksi tersebut dapat terwujud, kata Sri Mulyani, maka bisa diharapkan pertumbuhan ekonomi tahun 2023 secara keseluruhan akan tetap stabil di angka 5,04 persen. "Kalau kemudian tidak diberikan dukungan bisa saja pertumbuhan (full year 2023) bisa turun menjadi 4,99 persen."
Selain itu, dengan adanya beragam insentif yang akan berlanjut hingga tahun depan, Sri Mulyani yakin perekonomian pada 2024 akan terus mengalami penguatan dan tetap stabil di angka 5,24 persen.
"Kemudian 2024, dengan adanya policy ini baik PPN DTP yang diberikan sampai akhir tahun, kita berharap menambah dukungan terhadap ekonomi 0,16 persen dan pertumbuhan full year tetap terjaga di atas 5,24 persen," kata Sri Mulyani.
MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR | YOHANES MAHARSO JOHARSOYO